Dakwah Tauhid Nabi Nuh ‘Alaihissalam
Dakwah kepada tauhid adalah tugas yang sangat mulia. Allah Ta’ala mengutus para rasul ‘alaihimussalam untuk merealisasikan dakwah ini agar para hamba hanya menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Allah Jalla Jalaluhu berfirman,
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya’: 25)
Dalam ayat yang lain, Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan,
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
“Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah ṭāgūt.’ Kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka, berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)
Rasul paling pertama yang Allah Ta’ala utus di muka bumi ini untuk memperbaharui dakwah tauhid setelah Adam adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Sebelum era ini, yakni dari Nabi Adam hingga Nabi Nuh ‘alaihimassalam belum terjadi praktik kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحٗا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِيٓ إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِيٓ إِلَيۡهِ مَن يُنِيبُ
“Dia (Allah) telah mensyariatkan padamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan pada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy-Syura: 13)
Begitupun dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
۞ إِنَّآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ كَمَآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ نُوحٖ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦۚ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَٰرُونَ وَسُلَيۡمَٰنَۚ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا
“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, dan nabi-nabi setelahnya. Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya; Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisa’: 163)
Allah Ta’ala meceritakan kisah dakwah tauhid Nabi Nuh ‘alaihissalam dalam Al-Quran di beberapa ayat, bahkan terdapat surah khusus yang dinamai dengan nama beliau, yaitu surah Nuh. Di antara ayat-ayat yang menyebutkan dakwah tauhid beliau:
قَالَ یَـٰقَوۡمِ إِنِّی لَكُمۡ نَذِیرࣱ مُّبِینٌ * أَنِ ٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱتَّقُوهُ وَأَطِیعُونِ * یَغۡفِرۡ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمۡ وَیُؤَخِّرۡكُمۡ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ مُّسَمًّىۚ إِنَّ أَجَلَ ٱللَّهِ إِذَا جَاۤءَ لَا یُؤَخَّرُۚ لَوۡ كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Dia (Nuh) berkata, ‘Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku. Niscaya Dia mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu (memanjangkan umurmu) sampai pada batas waktu yang ditentukan. Sungguh, ketetapan Allah itu apabila telah datang tidak dapat ditunda, seandainya kamu mengetahui.’” (QS. Nuh: 2-4)
Dalam ayat lain,
وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, (karena) tidak ada tuhan (yang berhak disembah) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’” (QS. Al-Mu’minun: 23)
Namun, apa balasan kaum beliau yang kafir, terutama para pemuka kaumnya? Allah Ta’ala berfirman,
فَقَالَ ٱلۡمَلَؤُاْ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوۡمِهِۦ مَا هَٰذَآ إِلَّا بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُرِيدُ أَن يَتَفَضَّلَ عَلَيۡكُمۡ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَنزَلَ مَلَٰٓئِكَةٗ مَّا سَمِعۡنَا بِهَٰذَا فِيٓ ءَابَآئِنَا ٱلۡأَوَّلِينَ
“Maka berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya, ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang ingin menjadi orang yang lebih mulia daripada kamu. Seandainya Allah menghendaki, tentu Dia mengutus malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada (masa) nenek moyang kami yang dahulu’.” (QS. Al-Mu’minun: 24)
Dalam ayat lain,
قَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِهِۦٓ إِنَّا لَنَرَىٰكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ
“Pemuka-pemuka kaumnya berkata, ‘Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.'” (QS. Al-A’raf: 60)
Dalam ayat lain yang semisal dengannya disebutkan,
فَقَالَ ٱلۡمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوۡمِهِۦ مَا نَرَىٰكَ إِلَّا بَشَرٗا مِّثۡلَنَا وَمَا نَرَىٰكَ ٱتَّبَعَكَ إِلَّا ٱلَّذِينَ هُمۡ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ ٱلرَّأۡيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمۡ عَلَيۡنَا مِن فَضۡلِۭ بَلۡ نَظُنُّكُمۡ كَٰذِبِينَ
“Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta.” (QS. Hud: 27)
Nabi Nuh ‘alaihissalam telah berdakwah tauhid kepada kaumnya selama 950 tahun, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَلَبِثَ فِيهِمۡ أَلۡفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمۡسِينَ عَامٗا فَأَخَذَهُمُ ٱلطُّوفَانُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ
“Sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-‘Ankabut: 14)
Namun ternyata hanya sedikit yang beriman dari kaumnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَأُوحِيَ إِلَىٰ نُوحٍ أَنَّهُۥ لَن يُؤۡمِنَ مِن قَوۡمِكَ إِلَّا مَن قَدۡ ءَامَنَ فَلَا تَبۡتَئِسۡ بِمَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ
“Diwahyukan kepadanya (Nuh), ‘Ketahuilah, tidak akan beriman dari kaummu kecuali orang yang benar-benar telah beriman (sejak awal). Karena itu, janganlah engkau bersedih hati tentang apa yang mereka perbuat’.“ (QS. Hud: 36)
Bahkan anak dan istri beliau pun tidak termasuk dalam golongan yang beriman, sehingga mereka termasuk orang-orang yang Allah tenggelamkan. Allah Ta’ala berfirman,
وَهِیَ تَجۡرِی بِهِمۡ فِی مَوۡجࣲ كَٱلۡجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبۡنَهُۥ وَكَانَ فِی مَعۡزِلࣲ یَـٰبُنَیَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَـٰفِرِینَ * قَالَ سَـَٔاوِیۤ إِلَىٰ جَبَلࣲ یَعۡصِمُنِی مِنَ ٱلۡمَاۤءِۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلۡیَوۡمَ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَۚ وَحَالَ بَیۡنَهُمَا ٱلۡمَوۡجُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡمُغۡرَقِینَ
“Kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Nuh memanggil anaknya ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.’ Dia (anaknya) menjawab, ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!’ Dia (Nuh) berkata, ‘Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah Yang Maha Penyayang.’ Lalu gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)
Tentang istri beliau, Allah Ta’ala berfirman,
ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱمۡرَأَتَ نُوحٖ وَٱمۡرَأَتَ لُوطٖۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَيۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَٰلِحَيۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَيۡـٔٗا وَقِيلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِينَ
“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh, dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), ‘Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)’.” (QS. At Tahrim: 10)
Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah dakwah Nabi Nuh ini ialah:
1. Perlunya dakwah tauhid karena ia adalah sebab utama Allah Ta’ala mengutus para rasul, dan menjadi sebab Allah menjauhkan hamba-Nya dari azab.
2. Perlunya bersabar dalam berdakwah meskipun dalam waktu yang sangat lama dan pengikut dakwah kita hanya sedikit.
3. Perlunya meminta dan mengambil sebab-sebab hidayah, karena kekerabatan dan kedekatan kita dengan orang-orang saleh bahkan nabi sekalipun bukanlah jaminan kita akan mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah.
Wallahu a’lam.