Tarikh

Bunda 7 Pahlawan Perang Badar

Kebanyakan bunda akan sangat bahagia bila putra-putrinya meraih suksesdunia; karir, bisnis, jabatan, pendidikan, olahraga ataupun bidang keduniaan lainnya. Namun, sangat sedikit yang mengangankan putra-putrinya menjadi para dai dan mujahid Islam, padahal itulah profesi paling mulia di hadapan Allah Ta’ala dan paling akan memberikan kesuksesan hidup dan keberkahannya, baik di dunia maupun di akhirat:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Artinya: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; (karena kalian) menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”[1]

Selain itu, seorang bunda mesti memotivasi putra-putrinya agar menjadi dai dan mujahid Islam. Mereka semua tak mesti menjadi ustaz dan ulama meskipun itu yang paling utama, namun masing-masing mereka bisa menjadi mujahid dalam bidang spesialis dan profesinya. Karena perjuangan Islam ini bukan hanya tugas dai dan ustaz, bahkan tak akan sukses bila hanya mereka yang berjuang. Lebih dari itu, ia adalah perjuangan seluruh individu umat ini dari berbagai latar belakang.

Angan-angan mulia inilah yang menjadi impian para bunda sahabat; bagaimana agar putra-putri mereka tumbuh besar menjadi para mujahid yang membela Islam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak terkecuali seorang bunda mulia yang bernama ‘Afra` binti ‘Ubaid Al-Anshariyah radhiyallahu ‘anha.

Ketika menuliskan biografi beliau dalam kitab Al-Ishabah[2], Imam Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa sang ibu yang satu ini memiliki keutamaan yang tak dimiliki oleh ibu-ibu yang lain di dunia ini. Ia adalah seorang bunda yang memotivasi tujuh putranya untuk turut serta mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perang pertama dalam Islam, yaitu Badar Kubra; dengan harapan agar mereka bisa melindungi Rasulullah dan meninggikan kalimat Allah atau mendapatkan kemuliaan syahid di jalan Allah Ta’ala.

Dirinya pun tercatat sebagai satu-satunya wanita yang memiliki putra terbanyak dalam pasukan perang Badar, yaitu 7 pendekar hebat. Keutamaan ini tak dimiliki oleh selain dirinya di dunia ini. Kenapa dirinya harus bahagia dengan hal ini? Karena para sahabat pasukan perang Badar adalah manusia-manusia paling mulia di sisi Allah dan telah dijanjikan ampunan dan surga oleh Allah Ta’ala, serta yang mati syahid di antara mereka akan memberikan syafaat surga bagi ibunda, ayahanda, dan pada keluarganya.

Baca Juga  Haji dan Perjuangan Nabi Ibrahim 'Alaihissalam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memuji mereka, “Mereka adalah kaum muslimin yang paling utama.”[3]

Juga mengabarkan pengagungan Allah terhadap mereka, “Sungguh Allah telah memandang ahli badar (para sahabat yang ikut dalam perang Badar), lalu Dia berfirman, ‘Beramallah sekehendak kalian (wahai ahli badar)! Karena surga telah ditetapkan untuk kalian, atau karena kalian telah diberikan ampunan.'”[4]

Tujuh putra ‘Afra` adalah tiga di antaranya dari suami pertamanya, Al-Harits bin Rifa’ah. Mereka adalah Mu’adz, Mu’awwidz dan ‘Auf. Sedangkan empat putra lainnya adalah dari suaminya yang kedua, Bukair Al-Laitsiy. Nama-nama mereka ialah Iyas, ‘Aqil, Khalid dan ‘Amir.

Pada salah satu momen dalam perang Badar, dua putra ‘Afra` yaitu Mu’adz dan ‘Auf -dalam salah satu riwayat ditambah dengan Mu’awwidz- yang saat itu masih muda mendatangi Abdurrahman bin ‘Auf. Salah seorang mereka menyamperi Abdurrahman sembari bertanya, “Wahai Paman! Apakah Anda tahu wajah Abu Jahal?”

“Iya, saya tahu. Apa keperluan kalian terhadap Abu Jahal?” Tanya Abdurrahman. Tampaknya beliau mengetahui niat mereka untuk menghabisi Abu Jahal, namun Abdurrahman hanya agak sedikit sanksi dengan kemampuan jihad dan skill pedang mereka berdua atau mereka bertiga dalam melawan Abu Jahal yang merupakan ksatria hebat kaum Quraisy yang jarang ada tandingannya.

“Saya mendengar bahwa ia suka mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demi Allah yang jiwaku ada dalam genggaman tangan-Nya! Sungguh, bila aku melihatnya, maka saya tak akan bisa melepaskan dirinya sehingga salah satu di antara kami ada yang tewas.” Jawabnya. Lalu ‘Auf pun menyatakan seperti yang dikatakan saudaranya.

Keberanian mereka ini membuat Abdurrahman keheranan. Dalam kondisi tersebut, Abdurrahman bin ‘Auf tiba-tiba melihat Abu Jahal sedang berkeliling mencari lawan di tengah kecamuk perang tersebut. Ia lalu menunjuk ke Abu Jahal dan berkata pada mereka, “Apakah kalian melihat dirinya? Itulah orang yang kalian cari.”

Seketika putra-putra ‘Afra` tersebut langsung berlari menyeret pedang mereka ke arah Abu Jahal, lalu dengan penuh kecekatan mereka menyerang Abu Jahal dan berhasil melumpuhkannya dengan tebasan pedang hingga ia tewas. Setelahnya, mereka mendatangi Rasulullah dan memberitahukan aksi mereka tersebut.[5]

Baca Juga  Ringkasan Biografi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

Pada perang Badar itu, ‘Auf dan Mu’awwidz lalu mendapatkan kesyahidan setelah berjihad secara gigih. Adapun Mu’adz, saudara kandung mereka, hanya terluka. Ketika kafilah pasukan perang Badar kembali ke Madinah, dengan penuh ketabahan ibunda mereka langsung mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menghilangkan sebuah kekhawatiran.

Wahai Rasullah! Apakah anakku (Mu’adz yang tak mati syahid dalam perang Badar) adalah seburuk-buruk putra Al-Harits?” Tanyanya. Ia khawatir kalau Mu’adz tidak berjihad secara total dan sungguh-sungguh seperti kedua putranya yang lain yang menemui kesyahidan.

Rasulullah lalu menjawab, “Tidak.”[6] Yakni, bahwa Mu’adz telah berjuang seperti dua saudara kandungnya yang lain.

Dengan jawaban ini, tenanglah hati ‘Afra`. Ia tak hanya berkorban rasa sedih sebagai seorang bunda atas syahidnya dua putra tercintanya, tapi juga khawatir bila salah satu putranya yang lain tak berjuang secara sungguh-sungguh dalam memperjuangkan agama Allah. Bandingkan dengan hati kita saat ini, kekhawatiran kita biasanya hanya terpusat pada masa depan dunia anak-anak kita, bukan pada ibadah, ketakwaan, pemahaman agama, dan sumbangsih dakwah mereka untuk umat ini.

Bahkan dalam perang itu, salah satu putranya dari Bukair Al-Laitsiy juga turut syahid, yaitu ‘Aqil.[7] Sehingga ia bukan hanya bunda yang tujuh putranya merupakan para pendekar hebat dalam perang Badar, namun juga bunda yang 3 putranya syahid dalam perang Badar. Sungguh, fadilah yang sangat luar biasa.

‘Afra` adalah sosok bunda yang mengangankan putra-putranya menjadi para mujahid dan dai Islam. Sehingga tidak heran, 2 putra lainnya yang masih hidup setelah perang Badar, juga seluruhnya mati syahid di medan jihad, yaitu Khalid dan ‘Amir.

Putranya yang bernama Khalid menemui syahid dalam ekspedisi Raji’ semasa hidup Rasulullah dan juga saat ‘Afra` masih hidup. Yaitu tatkala sekitar 10 sahabat diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengajarkan Islam ke kabilah ‘Adhl dan Qarah atas permintaan kabilah tersebut.[8] Namun, sesampainya mereka di Raji’, dekat pemukiman dua kabilah tersebut, para sahabat tersebut dikhianati dan disuruh untuk menyerahkan diri. Namun, mereka semua termasuk Khalid putra ‘Afra` melakukan perlawanan melawan puluhan bahkan ratusan orang kafir tersebut. Sehingga mereka semua terbunuh kecuali Khubaib bin ‘Adiy dan Zaid bin Datsinah, mereka berdua ditawan dan kelak dijual sebagai tawanan perang kepada kaum Quraisy.[9]

Baca Juga  Kemuliaan Kiblat Pertama Umat Termulia

Adapun putranya yang bernama ‘Amir, maka ia mati syahid dalam perang Yamamah dalam rangka jihad melawan Musailamah Al-Kadzdzab yang mengklaim sebagai nabi.[10]

Sungguh mulia seorang bunda yang hidup 7 putranya demi memperjuangkan agama Allah, dan 5 di antaranya syahid di jalan-Nya. Lalu, apakah ada ‘Afra` baru di era sekarang? Tentu, jihad perang tak ada di negeri kita dan tidak ada pemicu untuk itu, namun setidaknya jihad dakwah di negeri kita dengan segala bidangnya adalah ladang subur bagi seorang bunda untuk memotivasi putra-putri tercintanya untuk bersumbangsih secara total di dalamnya. Semoga dimudahkan.

[1] . (QS. Ali ‘Imran: 110).

[2] . (8/240)

[3] . (HR Bukhari: 3992)

[4] . (HR Bukhari: 3983)

[5] . (Lihat kisahnya dalam HR Bukhari: 3141 dan Muslim: 42/1752, juga lihat: As-Siyar: 2359 dan Al-Ishabah: 6/110)

[6] . Al-Ishabah (8/240). Kisah ini merupakan riwayat Hisyam Al-Kalbiy dan tentu daif, tapi setidaknya memiliki satu pelajaran yang sangat berharga pada kita semua. Juga sikap yang ditunjukkan oleh ‘Afra ini banyak terdapat dalam sejarah para sahabat, sehingga ia bukanlah hal yang aneh.

[7] . (Al-Isti’ab: 3/1235 dan Al-Ishabah: 3/466).

[8] . (Lihat: Al-Ishabah: 1/310 dan Al-Isti’ab: 2/247)

[9] . (Lihat: HR Bukhari: 3045 dan Al-Isti’ab: 2/780)

[10] . (Al-Isti’ab: 2/788 dan As-Siyar: 1/187)

Maulana Laeda, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Ilmu Hadits, Universitas Islam Madinah, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?