Tatsqif

Bulan Rajab

Bulan Rajab

Disadur dari situs https://islamqa.info/ar/articles/68/شهر-رجب

Oleh: Sayyid Syadly

Keutamaan Sebagian Hari dan Bulan Dibandingkan yang Lain

Segala puji bagi Allah, yang berfirman: “Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya” (QS. Al-Qashash: 68). 

Pilihan dan keutamaan menunjukkan rububiyah-Nya, keesaan-Nya, serta kesempurnaan hikmah, ilmu, dan kekuasaan-Nya.

Salah satu bentuk pilihan dan keutamaan-Nya adalah pemilihan beberapa hari dan bulan yang lebih mulia dibandingkan yang lain. 

Allah memilih empat bulan di antara bulan-bulan lainnya sebagai bulan haram. Allah berfirman, 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi; di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu sendiri dalam bulan-bulan itu.” (QS. At-Taubah: 36).

Bulan-bulan ini dihitung berdasarkan perjalanan bulan, bukan perjalanan matahari.

Apa Itu Bulan Haram?

Dalam ayat di atas, nama bulan haram tidak disebutkan secara spesifik, namun disebutkan dalam sunnah. Dari Abu Bakrah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda dalam khutbah Haji Wada’, 

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وَذُو الحِجَّةِ، وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ، مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى، وَشَعْبَانَ

“Waktu telah berputar seperti keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab Mudhar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 4662 dan Muslim no. 1679).

Rajab disebut “Rajab Mudhar” karena suku Mudhar tidak mengubahnya, melainkan menetapkannya pada waktu yang telah ditentukan, berbeda dengan kebanyakan suku Arab lain yang mengubah urutan bulan sesuai kebutuhan perang mereka. 

Perubahan ini disebut “An-Nasii’” sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِّيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ ۚ

“Sesungguhnya An-Nasi’ (mengundur-undurkan bulan haram) itu hanyalah penambahan dalam kekafiran; orang-orang yang kafir disesatkan oleh An-Nasi’. Mereka menghalalkan pada satu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan jumlah bulan yang Allah haramkan, lalu mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan.” (QS. At-Taubah: 37).

Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa Rajab dinisbatkan kepada Mudhar karena suku ini lebih menghormati dan memuliakannya dibandingkan suku lain.

Mengapa Bulan Rajab Disebut Rajab?

Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayis Al-Lughah menyebutkan, “Rajab berasal dari kata yang menunjukkan penguatan sesuatu. Rajab berarti memuliakan sesuatu. Bulan ini dinamakan Rajab karena mereka memuliakannya, dan syariat Islam juga telah memuliakannya.”

Di masa jahiliyah, Rajab juga dikenal dengan nama مُنَصِّلُ الأَسِنَّةِ “Munassilul Asinnah” (bulan pencabutan mata tombak). Abu Raja’ Al-‘Atharidi berkata, “Kami biasa menyembah batu. Ketika kami menemukan batu yang lebih baik, kami menggantinya. Jika tidak menemukan batu, kami mengumpulkan tanah dan memerah susu di atasnya untuk disembah. Ketika bulan Rajab tiba, kami berkata: ‘Ini bulan pencabutan mata tombak.’ Kami tidak meninggalkan satu tombak pun dengan mata besi kecuali kami mencabutnya selama bulan Rajab.” (HR. Bukhari).

Baca Juga  MULAI DARI DIRI SENDIRI

Al-Baihaqi menambahkan, “Kaum jahiliyah sangat memuliakan bulan haram, terutama Rajab, sehingga mereka tidak berperang dalam bulan tersebut.”

Keutamaan Bulan Haram, Termasuk Rajab

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan pula melanggar kehormatan bulan haram.” (QS. Al-Ma’idah: 2).

Bulan-bulan haram memiliki kedudukan yang tinggi, termasuk Rajab. Dalam bulan ini, larangan untuk berbuat dosa lebih ditekankan, sebagaimana firman Allah, “Janganlah kamu menzalimi dirimu sendiri dalam bulan-bulan itu.” (QS. At-Taubah: 36).

Ibnu Jarir Ath-Thabari menyebutkan bahwa larangan ini mencakup keempat bulan haram. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menghormati bulan-bulan ini dengan menjauhi dosa, karena kemuliaan waktu membuat dosa yang dilakukan menjadi lebih besar.

Hukum Berperang dalam Bulan Haram

Allah berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan haram. Katakanlah: ‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.’” (QS. Al-Baqarah: 217).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa larangan berperang dalam bulan haram telah dihapus oleh ayat, “Apabila bulan-bulan haram telah berlalu, maka perangilah orang-orang musyrik di mana pun kamu temui mereka.” (QS. At-Taubah: 5).

Namun, sebagian ulama mengatakan bahwa memulai perang dalam bulan haram tetap tidak diperbolehkan, kecuali jika perang tersebut telah dimulai sebelum bulan haram. Perang Nabi ﷺ melawan penduduk Tha’if adalah contoh di mana perang dimulai pada bulan Syawal (di luar bulan haram) dan berlanjut hingga Dzulqa’dah.

Hukum “’Atiirah” pada Bulan Rajab

Di masa jahiliyah, orang-orang Arab biasa menyembelih hewan pada bulan Rajab untuk mendekatkan diri kepada berhala. Dalam Islam, tindakan ini dilarang. Nabi ﷺ bersabda, “Tidak ada ‘Far’ dan tidak ada ‘Atirah.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, Imam Syafi’i berpendapat bahwa ‘Atirah masih dianjurkan sebagai bentuk kurban untuk Allah, tanpa pengkhususan waktu tertentu.

Hukum Puasa di Bulan Rajab

Tidak ada riwayat yang sahih dari Nabi Muhammad ﷺ atau para sahabat yang secara khusus menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab. 

Puasa yang disyariatkan di bulan ini sama seperti di bulan-bulan lainnya, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah), puasa sehari dan berbuka sehari, atau puasa di awal, tengah, dan akhir bulan.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu melarang puasa khusus di bulan Rajab karena menyerupai kebiasaan orang-orang jahiliah. Diriwayatkan dari Kharsyah bin Al-Hurr, “Aku melihat Umar memukul tangan orang-orang yang berpuasa khusus di bulan Rajab hingga mereka makan, seraya berkata: ‘Makanlah! Ini hanyalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang jahiliah.’” (Al-Irwa’, 957, dinilai sahih oleh Al-Albani).

Baca Juga  Pandangan Imam Syafi'i Terhadap Kehujahan Al-Qur'an Dan Sunnah

Ibnu Qayyim berkata, “Nabi ﷺ tidak pernah berpuasa tiga bulan berturut-turut (Rajab, Sya’ban, dan Ramadan), seperti yang dilakukan sebagian orang. Beliau juga tidak pernah berpuasa di bulan Rajab secara khusus, dan tidak pula menganjurkan puasa tersebut.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Tabyinul ‘Ajab Bima Warada Fi Fadhli Rajab menegaskan, “Tidak ada hadis sahih yang menunjukkan keutamaan bulan Rajab, puasa di dalamnya, puasa pada hari tertentu darinya, atau salat pada malam tertentu di bulan itu yang dapat dijadikan hujjah. Hal ini juga ditegaskan oleh Imam Abu Ismail Al-Harawi dan ulama lainnya.”

Fatwa Lajnah Daimah menyebutkan, “Mengkhususkan hari-hari tertentu di bulan Rajab untuk berpuasa tidak memiliki dasar dalam syariat.”

Hukum Umrah di Bulan Rajab

Hadis-hadis menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab. Sebagaimana diriwayatkan oleh Mujahid, “Aku dan Urwah bin Zubair masuk ke masjid, dan kami mendapati Abdullah bin Umar duduk di dekat kamar Aisyah radhiyallahu ‘anha. Lalu dia ditanya: ‘Berapa kali Rasulullah ﷺ melakukan umrah?’ Dia menjawab: ‘Empat kali, salah satunya di bulan Rajab.’ Kami tidak ingin membantahnya. Lalu kami mendengar Aisyah, Ummul Mukminin, bersiwak di dalam kamar. Urwah berkata: ‘Wahai ibu, apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Abu Abdurrahman (Ibnu Umar)?’ Aisyah bertanya: ‘Apa yang dia katakan?’ Urwah menjawab: ‘Dia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ melakukan umrah empat kali, salah satunya di bulan Rajab.’ Aisyah berkata: ‘Semoga Allah merahmati Abu Abdurrahman. Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab sama sekali.’” (Muttafaq ‘alaih).

Imam Nawawi menjelaskan, “Diamnya Ibnu Umar terhadap bantahan Aisyah menunjukkan bahwa dia ragu, lupa, atau tidak yakin.”

Tidak Ada Keutamaan Khusus untuk Umrah di Bulan Rajab

Mengkhususkan bulan Rajab untuk umrah dengan anggapan adanya keutamaan tertentu adalah bid’ah. Syeikh Ali bin Ibrahim Al-‘Athar (wafat 724 H) menyebutkan, “Di antara kebiasaan penduduk Makkah adalah memperbanyak umrah di bulan Rajab. Kebiasaan ini tidak memiliki dasar, sedangkan hadis sahih menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Umrah di bulan Ramadan setara dengan haji.’”

Syeikh Muhammad bin Ibrahim dalam fatwanya menegaskan, “Mengkhususkan bulan Rajab untuk ibadah tertentu seperti ziarah atau lainnya tidak memiliki dasar. Sesuai dengan kaidah yang disebutkan Imam Abu Syamah dalam Kitabul Bida’ wal Hawadits: ‘Mengkhususkan waktu tertentu untuk ibadah tanpa dasar dari syariat tidaklah dianjurkan.’ Karena itu, para ulama mengingkari kebiasaan memperbanyak umrah di bulan Rajab.”

Namun, jika seseorang melakukan umrah di bulan Rajab tanpa keyakinan akan keutamaan khusus, hanya karena kebetulan waktu itu tersedia, maka hal ini tidak mengapa.

Bid‘ah di Bulan Rajab

Melakukan bid‘ah dalam agama adalah hal yang berbahaya karena bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Nabi Muhammad ﷺ telah menyampaikan bahwa agama ini telah sempurna sebelum beliau wafat, sebagaimana firman Allah, “Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3).

Baca Juga  Mengulik Istimewanya Bulan Rajab

Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka itu tertolak.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka itu tertolak.”

Di antara bid‘ah yang dilakukan sebagian orang di bulan Rajab adalah:

1. Salat Raghaib

Salat ini mulai dikenal setelah generasi terbaik (salaf) berlalu, terutama pada abad keempat Hijriah, dan dibuat oleh orang-orang pendusta. Salat Raghaib dilakukan pada malam Jumat pertama di bulan Rajab.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Salat Raghaib adalah bid‘ah menurut kesepakatan para imam agama, seperti Malik, Syafi‘i, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Al-Auza‘i, Al-Laits, dan lainnya. Hadis yang diriwayatkan tentang salat ini adalah kedustaan menurut ijmak ahli hadis.”

2. Mengaitkan Kejadian Penting dengan Bulan Rajab

Beberapa riwayat palsu menyebutkan bahwa:

  • Nabi ﷺ lahir pada malam pertama Rajab.
  • Nabi ﷺ diutus pada malam ke-27 Rajab atau tanggal 25 Rajab.
    Semua ini adalah riwayat yang tidak sahih.

Ada juga riwayat yang tidak valid dari Al-Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra’ dan Mi‘raj terjadi pada malam ke-27 Rajab. Pernyataan ini dibantah oleh ulama seperti Ibrahim Al-Harbi dan lainnya.

3. Merayakan Isra’ dan Mi‘raj

Salah satu bid‘ah di bulan Rajab adalah merayakan isra’ dan mi’raj pada malam ke-27 Rajab dengan ibadah tambahan seperti salat malam, puasa, atau mengadakan perayaan dengan kemaksiatan, seperti campur baur, musik, dan nyanyian.

Hal ini tidak diperbolehkan, bahkan dalam dua hari raya yang disyariatkan sekalipun, apalagi dalam perayaan yang diada-adakan. Selain itu, tidak ada dalil yang memastikan bahwa peristiwa Isra’ dan Mi‘raj terjadi pada malam ke-27 Rajab. Kalaupun tanggal itu benar, tetap tidak ada alasan syar‘i untuk merayakannya, karena Nabi ﷺ, para sahabat, dan generasi salaf tidak pernah melakukannya.

4. Salat Ummi Dawud pada Pertengahan Rajab

Salat ini adalah bid‘ah yang tidak memiliki dasar dalam syariat.

5. Bersedekah untuk Arwah Orang yang Telah Meninggal

Mengkhususkan sedekah untuk arwah orang yang telah meninggal di bulan Rajab adalah amalan yang diada-adakan

6. Doa-Doa Khusus untuk Bulan Rajab

Semua doa yang secara khusus terkait dengan bulan Rajab adalah doa-doa yang dibuat-buat dan tidak memiliki dasar dalam syariat.

7. Mengkhususkan Ziarah Kubur di Bulan Rajab

Mengkhususkan bulan Rajab untuk ziarah kubur adalah bid‘ah, karena ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja tanpa waktu khusus.

Penutup

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang memuliakan syariat-Nya, menjaga sunnah Nabi-Nya ﷺ, baik secara lahir maupun batin. “Segala puji bagi Allah, Rabbsemesta alam.”

Sayyid Syadly, Lc

Mahasiswa S2, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?