Berlindung di Bawah Naungan Surat Al-Falaq dan An-Naas (Bag. 1)
Dua surat agung ini diturunkan secara bersamaan. Wallahu A’lam apa alasannya, namun telaah kandungan keduanya menyimpulkan bahwa tujuan diturunkannya adalah sebagai perlindungan, meskipun masing-masing dari kedua surat tersebut menekankan perlindungan dari keburukan-keburukan yang berbeda. Dan hal ini tentu menambah hujjah atas urgensi tadabbur dua surat ini sekaligus, agar perlindungan yang didapat bisa sempurna.
Keutamaan surat Al-Falaq dan An-Naas
Di antara keutamaan dua surat ini adalah:
- Surat yang tidak ada bandingannya.
Ukbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ؟ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Artinya: ”Tahukah kamu ayat-ayat yang diturunkan tadi malam, yang belum ada ayat seperti itu sebelumnya? Yaitu ayat ”Qul ‘audzu birobbil falaq” dan ayat ”Qul ‘audzu birobbinnas”. (HR. Muslim)
- Dianjurkan untuk selalu dibaca setiap selesai shalat wajib.
Ukbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memeritahkan kami supaya membaca surat Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) pada setiap selesai melakukan shalat.” (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad)
- Dianjurkan untuk selalu dibaca setiap akan tidur, kemudian di hembuskan pada kedua tangan dan diusapkan ke seluruh badan.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila akan tidur, beliau meniup pada kedua tangannya, dan membaca Mu’awwidzaat (surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas), kemudian mengusapkan kedua tangannya itu ke tubuhnya. (HR. Bukhari)
- Dianjurkan dibaca ketika merasa sakit.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bila merasa sakit beliau membaca surat Al-Falaq dan An-Naas, lalu beliau meniupkan (pada dua tangannya). Ketika sakit beliau bertambah parah, akulah yang membacakan untuknya, dan aku usapkan pada tangannya, untuk berharap keberkahannya. (HR. Imam Malik)
Tadabur surat Al-Falaq
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
Artinya: “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan yang memiliki dan menguasai waktu Subuh.”
Kandungan surat
Memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan-keburukan yang terlihat.
Kosakata ayat
الفلق artinya waktu Subuh, adapun makna yang lebih umum adalah setiap makhluk yang Allah ciptakan. Sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain:
إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى
Artinya: “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al-An’am: 95)
Juga dalam firman Allah yang lain:
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ
Artinya: “Dia (Allah) yang menyingsingkan pagi.” (QS. Al-An’am: 96)
Berikut ini beberapa hasil tadabur ayat di atas:
- Anjuran untuk senantiasa berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan yang akan disebutkan secara khusus dalam surat ini, juga berlindung dari segala keburukan secara umum. Lafal أعوذ yang merupakan kata kerja bentuk sekarang (fi’il mudlori’) mengandung makna kontinuitas dan sering, oleh karenanya berlindung kepada Allah adalah kebutuhan setiap muslim setiap saat dan dalam keadaan apapun jua.
- Terwujud atau tidaknya perlindungan Allah untuk hambaNya, demikian pula besar dan kecilnya perlindungan tersebut, tergantung kepada keimanan dan ketaatan. Kaidah di atas dipetik dari lafal رب yang memiliki makna pencipta, pemilik, dan pengatur. Mengapa keimanan menjadi syarat datangnya perlindungan? Karena hanya dengan iman kepada rububiyah Allah saja seseorang yakin bahwa tidak ada yang lebih kuat dariNya, tidak ada yang mampu menandingi kekuasaanNya, Dialah Rabb yang menggenggam setiap ubun-ubun makhlukNya, tidak ada sesuatu pun baik kecil maupun besar yang luput dari pengetahuan dan kekuasaanNya, tiada sedikit pun keburukan yang terjadi kecuali atas pengetahuan, kehendak, serta kemahaadilanNya.
Keyakinan seperti ini akan mengusir rasa takut dan lemah dari hati sekaligus memancarkan cahaya keberanian dan kekuatan.
Adapun ketaatan menjadi syarat datangnya perlindungan Allah, karena Dia sebagai Rabb memiliki kekuasaan untuk mengatur alam semesta ini, Allah Rabbul ‘alamin telah menentukan aturan untuk meraih kebaikan dan terlindung dari keburukan di dunia ini, maka pantaskah seseorang memohon perlindungan kepada Allah sementara ia tidak mematuhi aturanNya?
- Karena perlindungan dari Allah tidak datang begitu saja, maka diperlukan perjuangan dan ikhtiar. Namun terkadang disebabkan besarnya keburukan yang dihadapi atau lamanya masa berikhtiar dan menanti perlindungan tersebut, jiwa manusia lebih memilih untuk menyerah kepada keburukan yang sedang dihadapi. Dalam masalah ini ada dua sifat yang perlu dimiliki oleh setiap muslim. Keduanya telah Allah isyaratkan dalam lafal الفلق, karena lafal tersebut memiliki dua kandungan:
- Cahaya dan penerangan, oleh sebab itu lafal الفلق diartikan waktu Subuh yang merupakan awal dari waktu siang di mana matahari menyinari dan menerangi, sekaligus menggantikan waktu malam yang diselimuti kegelapan. Dari kandungan makna tersebut tersirat anjuran untuk selalu optimis dalam berjihad menghindari, melawan, atau memperbaiki setiap keburukan, serta selalu berprasangka baik bahwa keburukan tersebut akan hilang dan berubah, sebagaimana hilangnya malam dan berubah menjadi Subuh dan siang. Pesan tersirat ini dikuatkan oleh penggunaan huruf ب pada kalimat sebelumnya برب yang mengandung makna kebersamaan, sehingga optimisme seorang muslim semakin sempurna, karena Allah Rabbul ‘alamin selalu bersamanya dengan pengawasan, penjagaan, dan perlindunganNya.
- Kandungan makna yang kedua dari lafal الفلق adalah kekuatan dan kesungguhan, oleh karenanya lafal tersebut juga diartikan membelah dan memecah, seperti dalam firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى
Artinya: “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al-An’am: 95)
Bukankah sebuah biji untuk tumbuh menjadi tunas, harus memecah kulit atau cangkangnya? Kemudian keluar dengan menembus timbunan tanah yang sangat rekat, hingga terkadang ada tunas yang tidak mampu menembusnya, yang mengakibatkan kematiannya.
Apa sebenarnya pesan tersirat dari proses tersebut?
Dalam berjihad menghindari, melawan, atau memperbaiki setiap keburukan, diperlukan kekuatan dan kesungguhan. Dan seorang muslim memiliki kekuatan tersebut ketika ia memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuat. Namun kekuatan tersebut akan sia-sia bila ia tidak sungguh-sungguh dalam menggunakannya. Wallahu A’lam.