Fikih

Bentuk dan Jenis Jual Beli yang Dilarang (Bag. 2)

Dalam tulisan bagian pertama telah dijelaskan beberapa jenis jual beli yang dilarang karena adanya unsur gharar (tidak dapat diprediksi) dan unsur jahalah (ketidakjelasan).

Pada bagian kedua ini akan dijelaskan beberapa jenis jual beli yang dilarang karena mengandung unsur riba.

Pengertian Riba dan Hukumnya

Kata Riba (الربا)  dalam bahasa Arab bermakna al-Ziyadah (tambahan). Adapun dalam peristilahan syar’i riba didefinisikan sebagai :

زيادة أحد البدلين المتجانسين من غير أن يقابل هذه الزيادة عوض .

“Tambahan pada salah satu alat tukar yang sejenis tanpa adanya ‘iwadh (pengganti) terhadap tambahan tersebut” (al-Fiqh al-Muyassar, hal: 221)  

Riba telah diharamkan secara jelas di dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. al-Baqarah : 275)

“Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang beriman”. (QS. al-Baqarah : 278)

Allah telah mengancam pelaku riba dengan ancaman :

“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (QS. al-Baqarah : 275)

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu”. (QS. al-Baqarah : 279)

Riba dikategorikan sebagai salah satu di antara dosa-dosa besar, dimana semua yang terlibat di dalam transaksi riba mendapatkan laknat dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Sahabat Jabir radhiyallahu ’anhu berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam melaknat pemakan riba, orang yang memberikannya (meskipun tidak memakannya), pencatatnya, dan dua saksinya, dan beliau berkata : Semuanya sama (dalam dosa). (HR. Muslim, No. 1598)

Beberapa bentuk jual beli yang mengandung riba

  1. Jual beli al-‘Iinah

Bentuk jual beli al-‘Iinah adalah jual beli yang dilakukan oleh dua orang di mana pihak penjual menjual barang kepada si pembeli dengan perjanjian akan dibayar kemudian (tunda). Kemudian – sebelum jatuh tempo pembayaran – si pembeli menjual kembali barang yang telah disepakati kepada si penjual dengan harga lebih murah dari akad yang pertama dan dibayar kontan.

Baca Juga  Zhahir Nas Al-Quran dan Sunnah Menurut Imam Asy-Syafi'iy

Dasar pelarangan jual beli al-‘Iinah adalah sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : (إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ ، وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ.

“Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘iinah, dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi (membajak sawah) dan senang bercocok tanam dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menjadikan kalian berada dalam keadaan hina yang tidak akan dicabut oleh-Nya kecuali jika kalian kembali kepada agama.” (HR. Ahmad No.4987 dan Abu Daud No. 3462, dan hadits ini disahihkan oleh al-Albaniy)

Contoh jual beli al-‘Iinah:

  • Jika si A menjual mobil kepada si B dengan harga 50 juta dengan akad pembayaran tunda selama satu tahun. Lalu si A kembali membeli mobil tersebut dengan harga 40 juta dan dibayar kontan (cash). Maka jual beli ini termasuk jual beli al-‘Iinah yang diharamkan. Karena jual beli barang hanya dijadikan formalitas untuk mendapatkan tambahan uang dengan cara riba. Dalam contoh ini pada hakikatnya si A meminjamkan uang kepada si B sebesar 40 juta kontan, dan si B akan mengembalikannya sebesar 50 juta dengan pembayaran tunda. Selisih 10 juta itulah riba.
  • Si A membutuhkan uang kontan sebesar 1 juta, lalu ia pergi ke B untuk mendapatkan uang. Si B mengajak A ke toko milik si C lalu si B membeli barang di toko si C senilai 1 juta. Lalu barang itu ia jual ke si A di tempat itu dengan harga 1.200.000. dengan akad pembayaran tunda.  Lantas si A dalam waktu yang sama kembali menjual barang tersebut kepada si C dengan harga lebih rendah dari harga pembelian si B. Maka dalam kasus ini si A mendapatkan kerugian dari dua pihak. Dari pihak B di mana ia harus membayar utangnya sebesar 1.200.000. sementara jika si C membeli di bawah dari satu juta maka si A telah rugi karena nilai barang tersebut sebesar 1 juta.

Dalam kasus ini selain riba, terdapat pelanggaran lainnya yaitu menjual barang sebelum dipindahkan (qabd) ke tempat pembeli. Yaitu ketika si B menjual barang tersebut kepada si A atau ketika si A menjual barang itu kepada si C, barang tersebut tidak berpindah tempat dan tidak berada dalam penguasaan pemilik sebenarnya. Dan jual beli yang seperti ini dilarang.

  1. Jual beli al-Muzaabanah

Jual beli al-Muzaabanah didefenisikan sebagai berikut:

Baca Juga  Selayang Pandand Fikih Ibadah (1)

هو بيع كل شيء من الجزاف الذي لا يُعلم كيله ولا وزنه ولا عدده بشيء من الكيل أو الوزن  أو العدد، ظناً وتقديراً.

Jual beli segala sesuatu yang tidak jelas takaran atau timbangan atau jumlahnya dengan barang yang telah jelas takaran, timbangan atau jumlahnya dengan perkiraan atau taksiran.

Kebanyakan contoh jual beli ini yang disebutkan para ulama berkaitan dengan hasil tanaman berupa buah-buahan dan biji-bijian. Contoh :

  • Jika seseorang yang memiliki satu petak kebun yang sedang ditanami anggur dan menjelang panen, ditaksir anggur yang berada di pohonnya kira-kira seberat 100 kg, kemudian pemilik kebun melakukan transaksi dengan pihak kedua dengan menukar anggur yang akan dipanen tersebut dengan anggur kering yang telah ditimbang seberat 75 kg.
  • Jika seseorang memiliki sebuah pohon mangga yang sedang berbuah ditaksir buahnya seberat 50 kg, kemudian pemiliknya melakukan akad dengan pihak lain dengan menukarkannya dengan mangga yang telah dipetik seberat 40 kg.

Dua contoh jual beli ini dikategorikan jual beli al-Muzaabanah yang diharamkan  karena adanya riba, yaitu berupa selisih takaran/timbngan/jumlah antara barang sejenis yang dipertukarkan.

Dasar pelarangan jual beli ini adalah:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ المُزَابَنَةِ: أنْ يَبِيعَ ثَمَرَ حَائِطِهِ إِنْ كَانَ نَخْلاً بِتَمْرٍ كَيْلا، وَإِنْ كَانَ كَرْماً أنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ كَيْلا، وَإِنْ كَانَ زَرْعاً، أنْ يَبِيعَهُ بِكَيْلِ طَعَامٍ، وَنَهَى عَنْ ذَلِكَ كُلِّه

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam melarang (jual beli) al-muzaabanah : Yaitu menjual buah-buahan yang berada di kebunnya, jika berupa kurma segar (yang masih di pohon) ditukar dengan kurma yang telah ditakar, jika berupa anggur segar ditukar dengan anggur kering yang telah ditakar, jika masih berupa tanaman ditukar dengan biji-bijian yang telah ditakar, beliau melarang semuanya. (HR. Bukhari No.2205 & Muslim No.1542 )

Baca Juga   Jual Beli Sende, apakah sah atau tidak? (Bagian 1)

Tetapi, dalam kondisi tertentu diperbolehkan jual beli yang dinamakan jual beli al-‘Araaya : yaitu jual beli kurma segar ruthob atau anggur segar yang masih berada di pohon dengan kurma kering atau anggur kering (kismis) yang telah ditakar. Jenis jual beli ini diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:

  • Kurma atau anggur segar masih berada di pohon dan ditaksir.
  • Pemilik kurma atau anggur kering tidak memiliki kurma atau anggur segar dan ia ingin mengkonsumsinya.
  • tidak melebihi lima wasaq atau sekitar 653 kg.
  • Pertukaran dilakukan secara tunai dan tidak ditunda.

Adapun landasan dibolehkannya adalah:

عَنْ سَهْل بن أَبِي حَثْمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ، وَقَالَ: «ذَلِكَ الرِّبَا، تِلْكَ المُزَابَنَةُ». إِلا أَنَّهُ رَخَّصَ فِي بَيْعِ العَرِيَّةِ النَّخْلَةِ وَالنَّخْلَتَيْنِ يَأْخُذُهَا أَهْلُ البَيْتِ بِخَرْصِهَا تَمْراً، يَأْكُلُونَهَا رُطَباً.

Dari Sahl bin Abi Hatmah radhiyallahu ’anhu: bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam- melarang jual beli buah kurma segar dengan kurma kering, beliau berkata: “Itu adalah riba, itulah al-Muzaabanah”. Akan tetapi beliau memberikan keringanan untuk melakukan jual beli (kurma segar) yang berada pada satu atau dua pohon dengan taksiran lalu ditukar dengan kurma kering, agar mereka dapat memakan kurma segar tersebut. (HR. Bukhari 2383 & Muslim No. 1540)

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – رَخَّصَ فِي بَيْعِ العَرَايَا بِخَرْصِهَا فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ أَوْ فِي خَمْسَةِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi  wasallam memberikan keringanan pada jual beli al- ‘Araaya, dengan taksiran apabila kurang dari lima wasaq atau lima wasaq. (HR. Bukhari No. 2190 & Muslim No. 1541)

Demikianlah dua jenis jual beli yang dilarang karena adanya unsur riba, semoga Allah melindungi kita dari segala jenis transaksi riba.

Baca kelanjutannya di sini …

 

Ahmad Hanafi, Lc., M.A., Ph.D.

ِAlumni S3, Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?