Apakah Nur Termasuk Nama dan Sifat Allah?

Assalamualaikum ust, izin bertanya ust
Di dalam al qur’an allah berfirman
الله نور السماوات والأرض
Jadi apakah nur disini sifat allah apa termasuk nama Allah? Baarakallahu fiik
Jawaban
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Jawaban
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah ﷺ,
Setelah itu:
Para ulama berbeda pendapat mengenai nama (An-Nūr / النور): apakah termasuk Asma’ul Husna (Nama-nama Allah yang indah) atau tidak?
*Pendapat pertama: Bahwa An-Nūr termasuk Asma’ul Husna, berdasarkan firman Allah Ta’ala:*
( اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) النور/ 35 .
> “Allāhu nūru as-samāwāti wal-arḍ”
(Allah adalah Cahaya langit dan bumi) [QS. An-Nūr: 35]
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
” وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى سَمَّى نَفْسَهُ نُورًا ، وَجَعَلَ كِتَابَهُ نُورًا ، وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُورًا ، وَدِينَهُ نُورًا ، وَاحْتَجَبَ عَنْ خَلْقِهِ بِالنُّورِ ، وَجَعَلَ دَارَ أَوْلِيَائِهِ نُورًا تَتَلَأْلَأُ ” .
انتهى من “اجتماع الجيوش الإسلامية” (2/ 44) .
“Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menamai diri-Nya Cahaya, dan menjadikan Kitab-Nya Cahaya, serta Rasul-Nya ﷺ Cahaya, dan agamanya Cahaya. Allah menutupi ciptaan-Nya dengan Cahaya, dan menjadikan rumah para wali-Nya bersinar terang.”
Selesai dari “Ijtima’ al-Juyūsh al-Islāmiyyah” (2/44).
Beliau juga berkata dalam “An-Nūniyyah” (hal. 212):
والنور من أسمائه أيضا ومن ** أوصافه سبحان ذي البرهانِ
“Cahaya termasuk nama-Nya juga, dan termasuk sifat-Nya Subhanahu Dzi al-Burhān.”
Ibnu Khuzaymah rahimahullah juga menyebut bahwa An-Nūr termasuk Asma’ul Husna, Imam Ibnu Khuzaymah rahimahullah berkata:
قال الإمام ابن خزيمة رحمه الله :
” وكل من فهم عن الله خطابه يعلم أن هذه الأسامي ، التي هي لله تعالى أسامي … قد أوقع تلك الأسامي على بعض المخلوقين ، ليس على معنى تشبيه المخلوق بالخالق ، لأن الأسامي قد تتفق وتختلف المعاني ؛ فالنور وإن كان اسمًا لله ، فقد يقع اسم النور على بعض المخلوقين ، فليس معنى النور الذي هو اسم لله في المعنى مثل النور الذي هو خلق الله …
وربنا جل وعلا الهادي ، وقد سمى بعض خلقه هاديًا ، فقال عَزَّ وجَلَّ لنبيه : ( إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ ) فسمى نبيه هاديًا وإن كان الهادي اسمًا لله عَزَّ وجَلَّ.
والله الوارث ، قال الله تعالى : ( وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ ) ، وقد سمى الله من يرث من الميت ماله وارثًا ، فقال عَزَّ وجَلَّ : ( وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ ) .
فتفهّموا ـ يا ذوي الحجا ما بينت في هذا الفصل ، تعلموا وتستيقنوا أن لخالقنا عَزَّ وجَلَّ أسامي ، قد تقع تلك الأسامي على بعض خلقه في اللفظ ، لا على المعنى ، على ما قد بينت في هذا الفصل من الكتاب و السنة ولغة العرب ” . انتهى من “التوحيد”، لابن خزيمة (1/56).
“Setiap orang yang memahami ucapan Allah akan mengetahui bahwa nama-nama ini, yang bagi Allah Ta’ala adalah nama-Nya, kadang-kadang diberikan kepada sebagian makhluk, bukan dalam arti menyerupakan makhluk dengan Pencipta. Sebab makna nama bisa sama atau berbeda. Misalnya, An-Nūr—meskipun itu adalah nama Allah—bisa juga digunakan untuk sebagian makhluk; tetapi makna ‘Cahaya’ yang menjadi nama Allah tidak sama dengan cahaya yang diciptakan Allah pada makhluk.
Dan Tuhan kita, Maha Tinggi, adalah al-Hādī (Yang Maha Pemberi Petunjuk). Allah kadang menyebut sebagian makhluk-Nya sebagai hādī. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya:
> “Innammā anta mundhiru wa likulli qawmin hād”
(Sesungguhnya kamu hanyalah pemberi peringatan, dan untuk tiap-tiap kaum ada seorang pemberi petunjuk) [al-Furqān: 7]
Sehingga Nabi ﷺ disebut hādī (pemberi petunjuk), meskipun al-Hādī adalah nama Allah Ta’ala.
Allah juga Maha Wārith (Yang Maha Pewaris). Allah Ta’ala berfirman:
> “Wa anta khairu al-wārithīn”
(Dan Engkaulah sebaik-baik pewaris) [al-Anbiyā’: 34]
Allah juga menyebut orang yang mewarisi harta orang yang meninggal sebagai wārith (pewaris). Allah berfirman:
> “Wa ‘alā al-wārithi mithlu dhālika”
(Dan atas pewaris [dikenakan hak] seperti itu) [al-Baqarah: 180]
Maka fahamilah—wahai orang-orang yang berakal—apa yang telah saya jelaskan pada bab ini. Pelajarilah dan yakini bahwa bagi Pencipta kita, Allah Ta’ala, ada nama-nama yang bisa secara lafaz juga dipakai pada sebagian makhluk, tetapi tidak sama maknanya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam bab ini berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan bahasa Arab.”
(Selesai dari “At-Tauḥīd”, Ibnu Khuzaymah, 1/56)
*Pendapat kedua: Bahwa An-Nūr bukan termasuk Asma’ul Husna.*
Para ulama dari Lajnah Daimah lil Ifta ditanya: Apakah boleh menamai seseorang dengan “Abd an-Nūr”?
Mereka menjawab:
” أسماء الله تعالى توقيفية ، ولم يثبت أن (النور) من أسمائه تعالى ، وبناء على ذلك فلا يصح تعبيد الاسم له فلا يقال: (عبد النور) ” انتهى .
الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد العزيز آل الشيخ ، الشيخ عبد الله الغديان ، الشيخ صالح الفوزان ، الشيخ بكر أبو زيد .
انتهى من “فتاوى اللجنة الدائمة” (10/ 510) المجموعة الثانية .
“Nama-nama Allah adalah ‘tawqifiyah’ (hanya ditetapkan oleh Allah), dan tidak ada dalil bahwa (An-Nūr) termasuk nama-Nya. Oleh karena itu, tidak sah menjadikan nama itu sebagai ‘ibadah’, maka tidak boleh dikatakan: (Abd an-Nūr).”
Selesai dari “Fatawa Lajnah Daimah” (10/510, jilid kedua).
Sheikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
” النور جاء مضافاً، فلا يُسمَّى ( عبد النور )، ولم يأتِ اسمٌ لله تعالى النور ” انتهى .
“An-Nūr datang sebagai tambahan, maka tidak boleh menamai seseorang (Abd an-Nūr), dan tidak ada nama Allah berupa Nūr secara mandiri.”
Sheikh Abdul Rahman al-Barrak hafizhahullah ditanya: Apakah An-Nūr termasuk Asma’ul Husna?
Beliau menjawab:
” ما أذكر أنه ورد في شيء من الأحاديث الصحيحة إطلاق اسم النور اسماً لله ، اللهم إلا في الرواية التي يضعّفها أهل العلم بالحديث في سرد الأسماء الحسنى .
وابن القيم كأنه يقرر هذا ويثبت اسم (النور) لكن لم يذكر له دليلاً، فالذي ورد في القرآن وفي السنة (نور السماوات والأرض) فإذا قيل: إن من أسماء الله (نور السماوات والأرض) فنعم ، أما نور فقط (الله نورٌ) ! ” انتهى نقلا عن ملتقى أهل الحديث .
“Saya tidak ingat ada hadis shahih yang menyebut An-Nūr sebagai nama Allah, kecuali dalam riwayat yang dianggap lemah oleh ahli hadis tentang daftar Asma’ul Husna. Ibnu Qayyim seolah-olah menetapkannya, tapi tidak menyebut dalil. Yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah adalah (Nūr as-Samāwāti wal-Arḍ), jika dikatakan itu termasuk nama Allah, maka benar. Tetapi hanya ‘Nūr’ saja (Allah Nūr!) tidak bisa dijadikan nama.”
Selesai, diriwayatkan dari Multaqa Ahl al-Hadith.
Sheikh Abdul Aziz al-Rajhi hafizhahullah berkata:
” النور صفة من صفات الله ، كما يليق بجلال الله وعظمته ، لكنه ورد مضافا إلى الله : (نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) ولم يرد مستقلا، فلا يقال: إن من أسماء الله النور بإطلاق ؛ لأنه لم يرد ” انتهى .
“An-Nūr adalah sifat dari sifat-sifat Allah, sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Namun, sifat ini muncul bersamaan dengan Allah: (Nūr as-Samāwāti wal-Arḍ), tidak muncul secara mandiri. Maka tidak boleh dikatakan An-Nūr termasuk nama Allah secara mutlak karena tidak ada dalilnya.”
Sheikh Bakr Abu Zaid rahimahullah menyebutnya sebagai nama yang dilarang (seperti Abd an-Nūr), karena mengandung ibadah kepada selain Allah.
Selesai dari “Mu’jam al-Manāhi al-Lafẓiyyah” (hal. 282).
Sheikh Al-Albani rahimahullah berkata:
” لا أعلم أن (النور) من أسماء الله عز وجل في حديث صحيح ” انتهى .
“Saya tidak mengetahui bahwa An-Nūr termasuk nama Allah Ta’ala dalam hadis shahih.”
*Kesimpulan:*
Oleh karena itu, tidak dianjurkan menamai seseorang dengan (Abd an-Nūr) karena termasuk perkara yang meragukan. Nabi ﷺ bersabda:
( دع ما يريبك إلى ما لا يريبك) .
> “Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu menuju apa yang tidak membuatmu ragu.”
Bagi yang sudah diberi nama sebelumnya, tidak wajib menggantinya, karena maksudnya adalah ibadah kepada Allah, dan pengertian bahwa Nūr termasuk nama Allah memiliki dasar yang kuat dan telah dipegang oleh sebagian ulama.
Wallāhu a‘lam



