Amar Makruf Nahi Mungkar Bukti Cinta Kepada Allah
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡم يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِم ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)
Melalui ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan ciri-ciri kaum yang dicintai-Nya, dan di antara ciri-ciri tersebut adalah mereka senantiasa berjuang di jalan Allah Ta’ala dan tidak pernah takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.
Amar Makruf Nahi Mungkar adalah bukti cinta kepada Allah Azza wa Jalla, yang merupakan bagian dari perjuangan untuk meninggikan Agama-Nya, maka tidak heran jika seorang Muhtasib (Penegak Amar Makruf Nahi Mungkar) tidak peduli dengan ejekan orang-orang yang ada di sekelilingnya, karena Mushtasib adalah orang yang anti cibiran, anti baper dan anti celaan, karena ia yakin sedang membela Agama Allah dan sedang memperjuangkannya, sebab seorang Muhtasib ketika mendatangi saudaranya yang sedang bermaksiat pada hakikatnya sedang mengekspresikan bukti keimanannya kepada Allah Ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman seseorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ia menyadari bahwa lezatnya nikmat hidayah yang dirasakannya sedapat mungkin juga dirasakan oleh saudaranya, ia mencintai hidayah untuk dirinya dan untuk saudaranya.
Beberapa waktu yang lalu seorang pemain sepak bola ternama di Indonesia harus menyandang status tersangka usai menganiaya seseorang yang telah mengganggu ibunya, tentunya hal ini dilakukan sebagai bukti cinta kepada ibunda yang sangat berjasa dalam hidupnya, meskipun ia sudah berkali-kali jatuh bangun dalam membela Tim Nasional Indonesia dalam beberapa pertandingan, namun kehormatan seorang ibu kandung tidak lebih kecil dari kehormatan ibu pertiwi yang harus dibela, kalau perlu nyawa pun akan dipertaruhkan. Kalaulah ini menunjukkan bukti cinta makhluk kepada makhluk, maka cinta orang yang beriman kepada Sang Khaliq jauh lebih besar bahkan tidak berbanding dengan apa pun, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Kita banyak mendapati orang-orang yang siap mengorbankan apa pun demi kebahagiaan orang yang dicintainya, tidak rela jika orang yang dicintainya disakiti, bahkan kita akan mendapati seseorang yang sangat mencintai hewan peliharaannya yang terkadang hatinya tidak tergerak atau merasa iba ketika melihat orang miskin kelaparan, ia lebih sedih ketika hewan peliharaannya sedang merajuk atau lagi malas makan, seperti itulah ekspresi cinta. Cinta butuh pengorbanan, butuh bukti, bukan sekedar di lisan atau tulisan, tapi aksi nyata yang tulus dan ikhlas.
Nah, sebuah pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri-diri kita, sudahkah kita membuktikan cinta kita kepada Allah Ta’ala? Sebagai orang beriman cinta Allah di atas segalanya, cinta ibu kepada anaknya adalah karunia dan kasih sayang Allah, seorang ibu tidak akan mencintai anaknya tanpa karunia cinta dari Allah, hanya dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya seorang beriman bisa merasakan manisnya iman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang maka ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Amar Makruf Nahi Mungkar adalah bukti cinta kepada Allah, karena seseorang yang beriman kepada Allah tidak akan rela melihat kemungkaran, tidak akan membiarkan aturan dan hak-hak Allah dinista dan ia tidak akan rida sampai ia melakukan pengingkaran meskipun dengan hati.
Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan sebuah kisah dalam kitabnya (At-Tarikh: 7\11\89) ketika menyebutkan biografi Al-Mu’tadhid khalifah dinasti ‘Abbasiyah yang wafat pada tahun 289 H:
Seorang laki-laki berprofesi sebagai tukang jahit juga merangkap sebagai Imam di salah satu Masjid di kota Baghdad, suatu ketika ia melihat seorang laki-laki yang sedang mabuk, laki-laki itu jatuh cinta kepada seorang wanita dan menginginkannya di rumahnya, akan tetapi dia menolak dan berteriak dengan suara lantang meminta pertolongan. Tukang jahit itu berkata, “Aku pun bergegas mendatanginya untuk mencegah kemungkaran yang ia dilakukan dan menyelamatkan wanita itu agar terbebas dari cengkeramannya, laki-laki itu memukuliku hingga kepalaku berdarah dan ia berhasil memaksa wanita itu masuk ke dalam rumahnya. Aku segera kembali ke rumah untuk mencuci darah dan mengikat luka di kepalaku, setelah itu aku mengimami jamaah salat isya.
Setelah salat aku mengatakan kepada jamaah, ‘Bangkitlah kalian untuk mengingkari si Fulan dan menyelamatkan wanita itu’, Orang-orang pun berkumpul bersamaku untuk menyerang rumahnya, ternyata pemabuk itu memiliki beberapa budak, mereka bergegas meraih tongkat dan memukuli orang yang datang bersamaku, mereka juga memukuliku hingga berdarah, aku pulang ke rumah tanpa tahu arah jalan karena rasa sakit yang begitu perih dan banyaknya darah yang mengucur.
Aku berusaha tidur di pembaringanku, tetapi entah mengapa tidur tidak menghampiriku, aku bingung apa yang harus aku lakukan demi menyelamatkan wanita itu, dan akhirnya aku diberi petunjuk untuk mengumandangkan azan di tengah malam agar pemabuk itu mengira waktu subuh telah tiba dan ia segera mengeluarkan wanita itu dari rumahnya dan kembali kepada suaminya.
Satu persatu anak tangga menara saya pijak, sesampai dipuncak segera kukumandangkan azan, lalu kulantunkan iqamat, saat melakukan itu ternyata jalanan sudah dipenuhi oleh kuda-kuda tentara kerajaan, mereka menyampaikan agar aku segera menghadap Amirul Mukminin.
Mereka membawaku masuk menemuinya, aku gemetar karna takut dan penuh gelisah, Amirul Mukminin lantas menenangkanku sampai rasa takutku reda, kemudian beliau bertanya tentang penyebab azan yang saya kumandangkan, aku pun menceritakan semuanya.
Amirul Mukminin sangat marah, dan meminta agar mendatangkan laki-laki dan wanita itu saat itu juga, para tentara dengan cepat menghadirkan keduanya, wanita itu dikembalikan kepada suaminya dengan ditemani beberapa wanita dan meminta agar sang suami berbuat baik kepadanya, setelah itu Amirul Mukminin menghampiri laki-laki tersebut dan berkata, ‘Berapa rezeki yang kamu miliki? Berapa harta yang kamu punya? Dan berapa banyak istri dan budak perempuanmu?’, Ia menyebutkan angka yang banyak dari semua yang ditanyakan’.”
Amirul mukminin berkata, “Celakalah kamu, belum cukupkah berbagai nikmat Allah yang dikaruniakan kepadamu sampai kamu berani melanggar apa yang diharamkan-Nya, melampaui batas dan melanggar aturan kerajaan? Apakah semua itu belum juga cukup sampai dengan sengaja kamu berani memukul, merendahkan dan melukai orang yang mengajakmu kepada kebaikan dan mencegahmu dari kemungkaran?.”
Pemabuk itu tidak mampu menjawab, Amirul mukminin memerintahkan agar kaki dan kepalanya dirantai, setelah itu dia dipukuli dengan keras sampai meninggal.
Amirul mukminin berpesan kepada laki-laki tukang jahit yang saleh itu, “Setiap kamu melihat kemungkaran kecil atau besar, walaupun yang melakukannya adalah orang ini (beliau menunjuk ke arah pimpinan tentara) segera laporkan jika bertemu denganku, jika tidak maka antara aku dan kamu adalah suara azan.”
Setelah kejadian itu sang tukang jahit menjadi sangat disegani dan dihormati oleh semua kalangan, tidak ada yang berani melanggar batasan-batasan Allah jika dia sedang melihat atau mendengarnya. Sungguh Allah telah memuliakan dan mengangkat derajatnya. Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
إِن يَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡۖ وَإِن يَخۡذُلۡكُمۡ فَمَن ذَا ٱلَّذِي يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعۡدِهِۦۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
“Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah menghinakanmu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Dan hanya kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran: 160)
Begitulah sang Tukang jahit membuktikan cintanya kepada Allah, dengan menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar, hanya kepada-Nya kita merendah dan menghinakan diri, untuk Agama-Nya pengorbanan terbaik kita persembahkan dan dengan membuktikan cinta kepada-Nya kemuliaan dunia akhirat kita dapatkan.
Semoga bermanfaat.