Alasan Pernah Dilarangnya Ziyarah Qubur
Oleh: Brilly El-Rasheed
beberapa kalangan mencoba mengukuhkan syariat ziarah qubur. Benar ziarah qubur memang disyariatkan kembali setelah sebelumnya pernah dilarang oleh Nabi. Nampaknya ziarah qubur sudah menjadi tradisi masyarakat Makkah sebelum masuk Islam. Karena begitu besarnya keinginan untuk membela tradisi ziarah qubur dan menolak kalangan lain yang menuduh ziarah qubur hanya menjadi ajang syirik, akhirnya kalangan pembela ziarah qubur ini juga lupa meneliti status hukum syar’i atas aktivitas-aktivitas yang biasa mereka kerjakan di area qubur, apakah benar menetapi hikmah ziarah qubur atau malah memang menjadi ajang syirik. Maka perlu kiranya kita telusuri apa penyebab Nabi pernah melarang tradisi ziarah qubur.
Dari Buraidah, Rasulullah bersabda:
«قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ»
“Sungguh aku dulu melarang kalian dari ziarah qubur. Sekarang, Muhammad telah diizinkan (oleh Allah) untuk menziarahi qubur ibunya (padahal dulu dilarang). Maka ziarahilah qubur karena bisa membuat kalian ingat akhirat.”[1]
Al-Mubarakfuri menguraikan:
قَوْلُهُ (فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ) فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ زِيَارَةِ قَبْرِ الْقَرِيبِ الَّذِي لَمْ يُدْرِكِ الْإِسْلَامَ (فَزُورُوهَا) الْأَمْرُ لِلرُّخْصَةِ أَوْ لِلِاسْتِحْبَابِ وَعَلَيْهِ الْجُمْهُورُ بَلِ ادعى بعضهم الاجماع بل حكى بن عَبْدِ الْبَرِّ عَنْ بَعْضِهِمْ وُجُوبَهَا كَذَا فِي الْمِرْقَاةِ
“Pernyataan “Maka sungguh Nabi Muhammad diizinkan menziarahi qubur ibunya” menjadi dalil bolehnya ziarah qubur kepada keluarga yang tidak menjumpai Islam (sehingga mati tidak dalam keadaan Islam). Perintah “Maka ziarahilah qubur!” merupakan dispensasi (rukhshah) atau merupakan hal yang disukai (dianjurkan). Inilah pendapat mayoritas ulama, bahkan sebagian ulama mengklaim adanya ijma’ dalam hal ini. Ibnu ‘Abdil Barr malah menghikayatkan sebagian ulama menghukumi wajib untuk melaksanakan ziarah qubur. Sebagaimana hal ini disitir dalam kitab Al-Mirqah.”[2]
Al-Mubarakfuri secara jujur mengakui penjelasannya tersebut menukil dari ‘Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qari. Al-Qari memberikan klarifikasi mengenai makna hadits ‘kuntu nahaitukum ‘an ziyaaratil qubuuri fazuuruuhaa’, Al-Qari menguraikan:
الْأَمْرُ لِلرُّخْصَةِ أَوْ لِلِاسْتِحْبَابِ، وَعَلَيْهِ الْجُمْهُورُ، بَلِ ادَّعَى بَعْضُهُمُ الْإِجْمَاعَ، بَلْ حَكَى ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ عَنْ بَعْضِهِمْ وُجُوبَهَا
“Perintah ini adalah dalam konteks sebagai rukhshah (dispensasi) atau sebagai sesuatu yang disukai. Jumhur ulama memegangi makna ini. Bahkan sebagian ulama mengatakan ini sudah ijma’ ulama. Tapi Ibnu ‘Abdil Barr menghikayatkan bahwa sebagian ulama menyebut-nyebut perintah ini sebagai kewajiban.”[3]
Al-Qari mengutip dari Ath-Thibi:
فَإِنَّ الْمُبَاهَاةَ بِتَكْثِيرِ الْأَمْوَاتِ فِعْلُ الْجَاهِلِيَّةِ، وَأَمَّا الْآنَ فَقَدْ دَارَ رَحَى الْإِسْلَامِ، وَهَدَمَ قَوَاعِدَ زِيَارَةِ الشِّرْكِ
“Ziarah qubur pernah dilarang adalah sebagai peringatan akan (tidak bolehnya) sering mengunjungi orang mati yang mana itu merupakan tradisi jahiliyyah, namun sekarang (ketika Nabi bersabda demikian) maka Islam telah menganulirnya, Islam juga telah menghancurkan kaedah-kaedah ziarah bernuansa syirik.” Al-Qari kemudian memaparkan hadits-hadits dengan berbagai jalur transmisi mengenai hikmah ziarah qubur:
- Menjadikan manusia mudah bersikap zuhud;
- Senantiasa mengingat akhirat;
- Melembutkan qalbu;
- Membuat mata menangis (karena khasyyatullah);
- Manusia bisa mengambil ‘ibrah (pelajaran) darinya.[4]
[1] Sunan At-Tirmidzi no. 1054
[2] Tuhfah Al-Ahwadzi 4/135
[3] Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih 4/1255
[4] Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih 4/1255