Aku Mencintaimu, Wahai Rasulullah

Karunia terbesar yang Allah Ta’ala anugerahkan bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat manusia adalah diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke muka bumi sebagai rahmat bagi semesta alam. Memberi petunjuk manusia kepada jalan lurus, jalan yang mengantarkannya kepada ridha Allah Ta’ala, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:
”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” [QS. Ali Imran:164].
Beliau telah mengajarkan umat ini segala kebaikan yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepadanya dan melarang segala keburukan yang dilarang oleh-Nya. Oleh karena itu, beliau memiliki hak terhadap kita sebagai umatnya, melebihi segala bentuk hak terhadap manusia, bahkan pada diri sendiri sekalipun. Allah berfirman:
”Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri” [QS. al Ahzab:6].
Hak-hak Rasulullah terhadap umatnya sangat banyak, di antaranya:
- Beriman kepadanya.
Yaitu dengan percaya dan yakin, tanpa ada keraguan sedikit pun, tentang kanabian dan kerasulannya, sebagai utusan Allah kepada manusia dan jin, serta membenarkan syariat yang dibawanya, termasuk berita yang disampaikannya, baik yang berkaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang. Firman Allah Ta’ala:
”Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan” [QS. at Tagabun:8].
- Ta’at dan patuh kepadanya.
Melaksanakan perintah Rasulullah, baik yang bersifat wajib maupun sunnah, dan meninggalkan segala hal yang beliau larang, yang bersifat haram maupun makruh, sebab beliau tidak memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat maslahat bagi kehidupan manusia, sebagaimana beliau tidak melarang sesuatu kecuali di dalamnya terdapat mudharat/bahaya bagi manusia. Allah berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)” [QS. al Anfal:20].
Taat kepada Rasulullah pada hakikatnya adalah taat kepada Allah. Sabda Rasulullah: ”Siapa yang taat kepadaku maka ia telah taat kepada Allah dan siapa yang maksiat (menyelisihi) aku maka ia telah maksiat kepada Allah” [HR. Bukhari].
Allah mengancam bagi siapa saja yang menyelisihi perintah Rasulullah akan ditimpakan baginya hukuman berat. Ia berfirman:
”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” [QS. an Nur:63].
Orang yang menyalahi perintah Rasulullah dinyatakan oleh beliau sebagai orang yang enggan masuk surga. Beliau bersabada: ”Seluruh ummatku akan masuk surga, kecuali yang enggan”! sahabat beliau bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang yang enggan itu?, beliau menjawab: ”Siapa yang taat kepadaku maka ia akan masuk surga, dan siapa yang bermaksiat (menyelisihi)ku maka itulah orang yang enggan masuk surga” [HR. Bukhari].
- Cinta kepadanya.
Iman seseorang tidak akan sempurna hingga ia cinta kepada Rasulullah lebih dari cintanya terhadap seluruh manusia, bahkan terhadap dirinya sekalipun. Rasulullah bersabda: ”Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga aku adalah orang yang paling ia cintai daripada ayah, anaknya dan seluruh manusia” [HR. Bukhari dan Muslim].
Setiap orang beriman pasti cinta kepada Rasulullah, dan sangat rindu berjumpa dengannya walaupun belum pernah berjumpa dengannya. Rasa cinta ini yang menyebabkan ia merasakan manisnya keimanan, sebagaimana sabda beliau: ”Tiga perkara, jika terkumpul pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya keimanan…”, salah satunya adalah: ”Siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai lebih dari selainnya” [HR.Bukhari dan Muslim].
Namun cinta kepada Rasulullah tidak cukup dengan angan-angan, klaim dan ucapan lisan, harus dibuktikan dalam dunia nyata. Bukti cinta yang luhur kepada beliau adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh al Qadhi ‘Iyadh: ”Orang yang jujur cinta kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah ketika tanda-tanda cinta itu tampak pada dirinya, yaitu: mengikuti jejaknya, menjalankan sunnahnya, mengikuti perkataan dan perbuatannya, patuh pada perintahnya, menjauhi larangannya, beradab dengan adab-adabnya, baik di waktu sulit maupun mudah, di waktu senang atau susah” [as Syifa, 2/22].
- Memosisikan beliau pada posisi yang semestinya.
Rasulullah adalah manusia sebagaimana manusia lain yang bergantung kepada Allah, tidak mampu menolak musibah atau memberi manfaat, baik untuk dirinya terlebih lagi untuk orang lain, kecuali dengan kehendak Allah. Firman-Nya:
”Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah” [QS. Yunus:49].
Namun Allah Ta’ala memuliakan beliau dan mengangkat derajatnya di atas seluruh manusia, dengan menjadikannya sebagai utusan-Nya yang menyampaikan syariat-Nya kepada umatnya.
Maka sikap kita kepada beliau hendaknya sesuai dengan batasan-batasan yang Allah tetapkan, sikap pertengahan antara sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan sikap meremehkannya.
Sikap ghuluw membuat seorang mengangkat posisi Rasulullah hingga menyetarakannya dengan Allah, sebagaimana sikap orang-orang nasrani terhadap Nabinya; Nabi Isa ‘alaihissalam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian memujiku berlebih-lebihan sebagaimana Nashara memuji berlebihan terhadap Isa, sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari].
Dalam hadis lain beliau bersbda: “Aku adalah Muhammad bin Abdullah dan Rasulullah (utusan Allah), Aku adalah Muhammad, Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah, Aku tidak suka kalian menempatkanku lebih dari kedudukanku yang telah ditetapkan Allah padaku.” [HR. Ahmad].
Sebagaimana sikap meremehkan beliau serta merendahkan pribadi dan sunnah-sunnahnya adalah sikap tercela.
Semoga Allah Ta’ala menanamkan rasa cinta yang jujur kepada Rasulullah dalam jiwa kita dan membimbing kita untuk membuktikan kecintaan itu dalam kehidupan sehari-hari.