Refleksikan Hajimu

2. Haji dan Urgensi Ilmu

HAJI DAN URGENSI ILMU

(Oleh : H. Aswanto Muhammad,  Lc., M.A.)

Jika kita perhatikan jamaah haji yang datang ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, mayoritas mereka dalam menjalankan amalan-amalan haji hanya sekedar taklid (ikut-ikutan), setiap apa yang diucapkan orang lain dia ikuti dan apa yang dilakukan orang lain dia pun ikut melakukannya, tanpa ada rasa ingin tahu, apakah hajinya benar atau keliru.

Jamaah haji sangat membutuhkan bekal ilmu lebih dari pada bekal materi, karena sah dan benarnya haji yang ditunaikannya sangat bergantung pada ilmu tentang pelaksanaan ibadah haji tersebut. Di samping itu, ilmu merupakan sarana penting untuk meraih haji mabrur. Sebagaimana syarat diterimanya sebuah ibadah adalah ikhlas kepada Allah, demikian juga dipersyaratkan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam. Ini tidak dapat terwujud kecuali dengan ilmu tentang pelaksanaan haji yang telah beliau contohkan. Kaitannya dengan hal ini, Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam memerintahkan ummatnya untuk mengikuti tata cara haji beliau, sebagaimana dalam sabdanya:

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ

“Hendaklah kalian mengambil (dariku) manasik (tata cara) haji kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui barangkali aku tidak berhaji lagi setelah hajiku ini”. (HR. Muslim). 

Defenisi ilmu

Ilmu ditinjau dari sisi terminologi adalah pengetahuan yang valid terhadap sesuatu. Kata al-ilmu yang disebut dalam Al-Quran cukup banyak dan mengandung banyak arti namun keseluruhannya bermuara kepada arti terminologinya, yaitu pengetahuan yang valid terhadap sesuatu. Hanya saja ilmu yang wajib untuk dipelajari setiap individu dan orang yang mempelajari serta mengamalkannya dipuji menurut versi Al-Quran dan Hadis adalah ilmu syar’i (agama). Ibnu Hajar mengatakan: “Yang dimaksud dengan ilmu -di sini- adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu tentang apa saja yang wajib bagi seorang mukallaf (baligh) dalam perkara agamanya berupa ibadah, mu’amalah, ilmu tentang Allah dan sifatNya, kewajiban terhadapNya, dan mensucikanNya dari segala kekurangan, semua itu berporos pada bidang tafsir, hadis dan fikih“.

Kedudukan ilmu dalam Islam

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu, utamanya ilmu agama yang telah disebutkan di atas. Surat dalam Al-Qur`an yang pertama diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu`alahi wasallam adalah surah Al-‘Alaq, dimana Allah memerintahkan beliau -dan umatnya- untuk membaca sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan ilmu.  

Baca Juga  7. Haji dan Pengorbanan

Terdapat banyak ayat di dalam Al-Quran dimana Allah memuji orang-orang yang berilmu dan mengangkat kedudukan mereka lebih dari yang lain. Demikian juga dalam hadis-hadis Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam, cukup banyak sabda beliau menganjurkan ummatnya untuk berilmu. Berikut beberapa keutamaan ilmu dan orang yang mempelajarinya:

  1. Ilmu adalah warisan Nabi, orang yang terbanyak memiliki ilmu maka dialah yang mendapat bagian terbesar dari warisan Nabi. Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Abu Dawud).

  1. Allah memerintahkan Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam untuk meminta kepadaNya agar ditambahkan ilmu. Allah berfirman yang artinya:

“Dan katakanlah (wahai Muhammad): Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu”. (QS. Thaha: 114).

Hal ini menunjukkan keutamaan ilmu dari pada harta dan kedudukan, karena Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan sesuatu kecuali ilmu.

  1. Menuntut ilmu adalah salah satu jalan menuju surga. Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga” (HR. Bukhari dan Muslim).

Menempuh jalan untuk mencari ilmu bisa diartikan dengan dua makna, pertama: menempuh jalan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berjalan kaki atau kendaraan menuju majelis (forum) ilmu, baik formal maupun non formal; kedua: menempuh jalan dalam arti kiasan, yaitu metode atau sarana untuk mendapatkan ilmu, dengan membaca, mendengarkan, dan mengkaji ilmu, diskusi serta metode-metode lain yang menjadi sarana dalam meraih ilmu.

  1. Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, baik di dunia maupun di akhirat, Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
Baca Juga  10. Larangan-larangan Ihram Serta Hukum Fidyah Haji dan Umrah

“Allah akan mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman dan diberi ilmu di antara kalian beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah: 11).

  1. Allah menginginkan kebaikan untuk orang yang berilmu. Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan memfaqihkannya (memahamkan) dalam agama” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan yang hakiki bukanlah pada harta yang melimpah atau jabatan yang tinggi melainkan pemahaman yang benar terhadap syariat Allah yang diikuti dengan amal shaleh berdasarkan ilmu yang dimilikinya.

Ilmu bagi calon haji

Bagi seorang yang hendak melaksanakan ibadah haji, di samping bekal materi ia perlu mempersiapkan bekal ilmu yang cukup. Ilmu yang dibutuhkan jamaah haji ada dua perkara:

  1. Ilmu tentang pelaksanaan ibadah haji.

Wajib baginya mempelajari tata cara haji Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam, mulai dari tata cara berihram, thawaf, sa’i, wukuf, sampai melontar jumrah. Tidak cukup mengerjakan amalan-amalan tersebut hanya karena dikerjakan orang lain tanpa mengetahui dasarnya dari Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam.

  1. Ilmu tentang hukum-hukum dan adab-adab yang berkaitan dengan safar (perjalanan), misalnya; bagaimana tata cara bersuci (wudhu’ dan tayammum), shalat (jamak dan qasar) dalam perjalanan, doa dan dzikir yang dianjurkan selama perjalan haji hingga pulang ke tanah air, serta adab dan akhlak yang patut dijaga selama berada di tanah haram (Mekkah dan Madinah).

Sarana untuk mendapatkan ilmu

Beberapa abad yang lalu, sarana untuk mendapatkan ilmu sangat terbatas dan membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang cukup untuk mendapatkannya. Seorang penuntut ilmu terkadang harus berjalan selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk sampai ke sumber ilmu. Kitab-kitab yang menjadi sumber ilmu pun sangat sulit untuk didapatkan karena alat cetak belum tersedia. Untuk mendapatkan satu kitab saja harus menyalin sendiri dari kitab yang diinginkan atau mengupah orang lain untuk menyalinnya.

Sarana untuk mendapatkan ilmu semakin maju seiring perkembangan zaman dan untuk mendapatkannya juga sudah sangat mudah. Cukup banyak sarana yang dapat digunakan untuk mendapatkan ilmu, di antaranya:

  1. Mengambil ilmu langsung dari seorang guru yang terpercaya, baik dari sisi ilmu maupun akhlaknya. Ini adalah cara terbaik dan tercepat untuk mendapatkan ilmu. Karena seorang guru akan memberikan muridnya intisari ilmu yang telah ia dapatkan selama bertahun-tahun. Di samping itu seorang murid tidak hanya mengambil ilmu dari gurunya tetapi juga akhlak dan ibadahnya. Inilah rahasia keberkahan ilmu para penuntut ilmu dan ulama zaman dahulu. Ada banyak cara untuk mengambil ilmu langsung dari seorang guru, misalnya menghadiri majelis (forum) ilmu, formal maupun non formal, bertanya langsung kepadanya ketika ada suatu masalah agama yang belum diketahui jawabannya.
  2. Melalui buku-buku ilmu syariat yang ditulis oleh para ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemporer, dengan catatan penulisnya adalah orang yang amanah dan dikenal ahli dalam bidang yang dia tulis. Namun sarana ini hendaknya dijadikan sarana pembantu, bukan pokok.Yang pokok adalah melalui seorang guru sebagaimana pada poin pertama di atas, karena “Barangsiapa yang menjadikan buku sebagai satu-satunya guru maka akan banyak kekeliruannya”.

Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan sarana ini, di antaranya: konsultasi dengan seorang guru dalam buku yang akan dikonsumsi, membaca buku-buku yang sesuai dengan tingkat keilmuan kita, dan tidak segan bertanya kepada ahlinya ketika ada bagian yang tidak dipahami.

  1. Sarana audio dan audio visual. Ini bisa dijadikan alternatif bagi orang tidak memiliki banyak waktu untuk menghadiri forum ilmu. Ia dapat mengambil ilmu dari rekaman ceramah atau kuliah, baik audio seperti kaset, CD, radio atau audio visual seperti rekaman video dari sebuah ceramah atau kuliah. Bisa juga dengan mengikuti kajian ilmu yang disiarkan langsung melaui radio, televisi atau internet.
Baca Juga  20. Haji dan Ukhuwah

Kesimpulannya bahwa sarana untuk menuntut ilmu dewasa ini sangat banyak dan mudah sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak mempelajari ilmu syar’i, utamanya perkara-perkara yang telah menjadi fardhu ‘ain bagi kita untuk diketahui dan diamalkan. []

Aswanto Muhammad, Lc., M.A.

Alumni S2, Bidang Tafsir & Hadits, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?