Refleksikan Hajimu

15. Haji dan Wanita Muslimah

HAJI DAN WANITA MUSLIMAH

(Oleh : H. Asdi Nur Khalis, S.Pd.I., Lc)

Ibadah haji merupakan Ibadah yang sangat agung terkumpul di dalamnya ibadah harta dan ibadah fisik sekaligus. Di antara keindahan Islam, bahwa ibadah haji ini tidak dikhususkan untuk kaum adam saja, namun disyariatkan bagi semua kaum muslimin dan muslimat yang telah mampu baik dari sisi harta maupun fisik untuk bersegera melaksanakannya dan tidak menunda-nunda.

Dalam kesempatan ini kita akan membahas ibadah yang mulia yang terkait dengan wanita muslimah. Apa saja keutamaannya, kekhususannya bagi wanita muslimah, bagaimana kedudukan wanita muslimah dalam Islam, ciri-ciri wanita shalihah, dan kita akan memetik pelajaran dari sekelumit kisah para mujahidah muslimah.

Haji adalah jihadnya kaum wanita

Ketika Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam membaiat kaum laki-laki, diantara isi baiat tersebut adalah membela Islam dan berjihad, namun Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam tidak membaiat kaum wanita untuk ikut berjihad di medan perang. Meski demikian Islam tetap memberikan solusi bagi kaum wanita untuk meraih pahala yang setara dengan pahala jihad fi sabilillah yaitu dengan menunaikan ibadah haji ke Baitullahil Haram.

Suatu ketika `Aisyah radhiyallahu`anha bertanya kepada suaminya, “Wahai Rasulullah, apakah bagi kaum wanita ada kewajiban untuk berjihad?”. Kemudian beliau menjawab, “Ya betul, bagi mereka ada kewajiban jihad yang tidak ada perangnya, yaitu haji dan umrah”. (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Jihad sendiri adalah mengerahkan segala kekuatan untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta`ala lebih-lebih ketika dalam masa sulit; begitu juga dengan haji dan umrah, sebuah ibadah yang dilaksanakan dengan penuh kekuatan dalam masa yang cukup sulit. Hal ini tampak di saat semua jamaah haji secara bersamaan melempar Jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, tentu ini membutuhkan tenaga yang cukup sebab orang akan berdesak-desakan untuk mendekat ke mulut sumur jumrah, agar kerikil yang dia lempar dipastikan masuk ke sumur jumrah. Di antara bentuk kesulitan dalam ibadah haji juga saat jamaah haji melakukan thawaf ifadhah sebagai rukun haji, sudah bisa dipastikan akan berdesak-desakan, bahkan bisa terhimpit oleh sesama jamaah. Ini semua membutuhkan energi fisik serta mengerahkan semua tenaga semata-mata untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta`ala.

Kekhususan bagi wanita dalam ibadah haji

Ada beberapa hukum yang menjadi kekhususan bagi wanita muslimah ketika melaksanakan ibadah haji, di antaranya:

  1. Perlu didampingi seorang mahram; baik mahram tersebut suaminya atau seseorang yang haram untuk dinikahi karena hubungan darah seperti ayahnya, kakak atau adik laki-laki yang sudah baligh atau anak kandungnya yang sudah baligh; bisa juga saudara laki-laki sepersusuan, bapak tiri, atau anak tiri yang sudah baligh. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallah ‘anhuma, ketika ada seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah shalallahu`alahi wasallam: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku berencana untuk menunaikan haji, sedangkan aku telah ditetapkan untuk ikut berperang ini dan itu”, kemudian beliau bersabda, “Pergi dan berhajilah bersama istrimu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
  2. Dalam talbiyah; Dilarang bagi kaum wanita untuk meninggikan suara ketika mengucapkan kalimat talbiyah dan cukup hanya dirinya saja yang mendengar.
  3. Di saat haid; wanita yang sedang datang bulan tidak diperbolehkan untuk memegang Al-Quran dan thawaf mengelilingi Ka`bah, baik itu thawaf qudum, thawaf ifadhah maupun thawaf wada`. Adapun rangkaian ibadah haji yang lain tetap dilaksanakan walau dalam keadaan haid, seperti ihram di Miqat, sa`i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melempar jumrah, dan mencukur ujung rambut sepanjang ruas jari. Dibolehkan pula berdzikir dan berdo`a selama pelaksanaan haji tersebut.
Baca Juga  16. Haji dan Amanah

Khusus untuk thawaf ifadhah (yang dilaksanakan mulai dari tanggal 10 Dzulhijjah) karena dia termasuk rukun haji, maka dibolehkan bagi wanita haid untuk tetap thawaf jika khawatir tertinggal rombongan dengan menundanya, namun harus menjaga jangan sampai darahnya menetes di masjid. Bahkan sebagian ulama membolehkan bagi wanita haid menggunakan obat pencegah haid, ketika hal itu tidak membahayakan bagi kesehatan dirinya.

  1. Pakaian yang dikenakan; dibolehkan bagi wanita muslimah selama pelaksaan ibadah haji mengenakan pakaian berjahit pada umumnya, memakai kaos kaki, sepatu atau kaos kaki kulit, memakai kerudung bahkan diwajibkan, dibolehkan memakai sarung tangan, dibolehkan memakai kain penutup wajah yang bukan niqab (cadar yang menampakkan kedua matanya saja).

Haram hukumnya bagi wanita muslimah memakai pakaian yang berbahan tipis; sehingga menerawang dan terlihat transparan bagian tubuhnya, dilarang pula memakai pakaian ketat yang menunjukkan lekuk tubuhnya, masuk dalam larangan ini memakai parfum.

  1. Ketika thawaf; bagi wanita muslimah dilarang melakukan raml atau berlari-lari kecil di tiga putaran pertama ketika thawaf qudum dan idhthiba` atau membuka pundak kanan ketika thawaf qudum, karena sunnah ini juga dikhususkan hanya untuk kaum laki-laki. Dilarang pula bagi wanita muslimah memaksakan diri berdesak-desakan di antara kaum laki-laki, termasuk ketika hendak mencium hajar aswad, ketika tidak bisa mendekat ke hajar aswad cukup dengan memberikan isyarat saja.
  2. Ketika sa`i; dilarang bagi wanita muslimah berlari-lari kecil diantara dua tanda hijau, sebab sunnah ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki. Begitu juga diusahakan untuk tidak berdesak-desakkan dengan kaum laki-laki, lebih-lebih di saat naik ke bukit Shafa maupun Marwah.

Kedudukan wanita dalam Islam

Dalam pembahasan ini perlu kiranya kita mengetahui bagaimana Islam memperlakukan wanita muslimah. Di antara kedudukan wanita dalam Islam adalah;

  1. Kedudukannya sama dengan laki-laki dari sisi kemanusiaan.
Baca Juga  18. Haji dan Motivasi Dakwah

Sesungguhnya persoalan kita di sini tidak sesulit yang kita bayangkan, sebab Rasulullah shalallahu`alahi wasallam telah menerangkan kepada kita sebuah prinsip umum yang terkandung dalam kaidah;

Sesungguhnya perempuan itu adalah saudara sekandung laki-laki” (Riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Berdasarkan pada persamaan persaudaraan ini, maka setiap hukum yang ditetapkan bagi kaum laki-laki berlaku sepenuhnya bagi kaum perempuan, kecuali jika ada nash syariat yang menerangkan tentang kekhususannya, maka nash itulah yang menjadi pengecualian dari kaidah umum tadi. Wanita bagi kita adalah ibu, istri, saudara, anak, pengajar, pendidik, dan da`i.

  1. Sama dengan laki-laki dalam hal pahala dan dosa.

Secara prinsip, Islam menyamakan antara laki-laki dan perempuan dalam taklif (pembebanan syariat) dan pahala di akhirat berikut juga adzabnya, tanpa ada diskriminasi apapun. Allah berfirman yang artinya:

 “Maka Rabb mereka memperkenankan (permohonannya) dengan berfirman: Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amalan orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan karena sebagian kamu turunan dari sebagian yang lain”. (QS. Ali Imran: 195).

  1. Islam mewasiatkan untuk berbuat baik kepada wanita.

Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam mengajarkan akhlak bersamaan dengan agama, karena akhlak berperan sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Beliau tidak mengajarkan agama semata, sebab terkadang ada orang yang taat beragama tetapi akhlaknya tidak cukup baik untuk kehidupan rumah tangga. Sehingga dia akan mengesampingkan agamanya dan menggauli istrinya dengan akhlak buruk yang mengancam keutuhan hubungan suami istri. Akhirnya muncul kesan bahwa tingkah laku buruk itu disebabkan oleh agama. Padahal itu adalah keyakinan yang salah, karena agama memerintahkan untuk menggauli istri secara baik, Allah berfirman yang artinya:

 “Dan bergaullah dengan mereka (para wanita) dengan secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa`: 19)

Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda:

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

 “Seorang mukmin tidak boleh membenci wanita mukminah kalau toh dia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti dia akan menyukai perangai lainnya” (HR. Muslim).

Ciri-ciri wanita shalehah dan sepenggal kisah dari kehidupan mereka

Menjadi wanita shalihah merupakan harapan dan cita-cita bagi setiap muslimah, bahkan wanita yang penuh dengan dosa pun berharap termasuk wanita yang shalihah pula; berikut sebagian kecil dari ciri wanita shalihah:

  1. Ta`at kepada Allah dan RasulNya, serta taat pada suami; hal ini tercermin dalam pribadi Hajar istri dari Nabiyullah Ibrahim `alaihis salam ketika dia ditinggal oleh suaminya di lembah kering tanpa tetumbuhan, namun dia yakin pasti Allah ta`ala akan menolongnya. Dan ternyata benar Allah ta`ala menolong beliau, bahkan aktivitas yang dilakukan Hajar saat mencari air berlari dari bukit Shafa ke Marwah menjadi syari`at sa`i bagi jama`ah haji dan umrah.
  2. Menjaga harga diri dan kehormatan; wanita shalihah tidak mudah dirayu dengan rayuan gombal dari para lelaki hidung belang, dia akan menjaga kehormatan dirinya dan hanya akan diberikan khusus untuk suaminya tercinta. Dikisahkan bahwa Maisun binti Bahdal istri dari Mu`awiyah bin Abi Sufyan menolak seorang tamu laki-laki masuk ke rumahnya demi menjaga kehormatan dirinya.
  3. Sabar ketika tertimpa musibah; ketika terjadi musibah tidak sedikit dari para wanita meratapinya bahkan sampai memukul-mukul pipi atau anggota badannya; tentu perbuatan tersebut dilarang. Wanita shalehah adalah wanita yang bersabar dan mengembalikan segala urusan kepada Allah ta`ala seraya mengharap pahala dariNya. Inilah Ummu Salamah wanita yang sangat beruntung, ketika Abu Salamah suaminya meninggal dunia dia berdo`a: “Ya Allah berikanlah kepadaku pahala atas musibahku, dan gantilah dengan yang lebih baik”. Atas doanya itu Allah ta`ala menjadikan Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam sebagai suaminya, ganti yang jauh lebih baik dari Abu Salamah.
Baca Juga  8. Haji Sesuai Tuntunan [1]

Masih banyak ciri-ciri wanita shalihah yang disebutkan para ulama, namun sekiranya tiga point di atas merupakan bagian yang terpenting sebagai bekal dalam perjalanan dalam meraih surga dengan cara menjadi wanita shalehah. Rasulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita menunaikan 5 shalatnya, berpuasa pada bulannya (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya maka dikatakan untuknya, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana yang engkau mau”. (HR. Ahmad).

Menjadi wanita shalihah adalah kunci dari sekian kunci pembuka pintu surga, lebih-lebih bagi kita yang telah atau sedang menyempurnakan rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan ibadah haji. Bagi wanita muslimah haji ini adalah jihad, puncak dari sebuah ibadah. Setelah selesai dari ibadah haji tidak ada lagi rukun Islam yang keenam, maka ini menjadi pengingat bagi kita bahwa kita telah menyempurnakan rukun Islam. Sesuatu yang telah kita sempurnakan harus kita jaga keutuhannya dengan istiqamah. []

Markaz Inayah

Markazinayah.com adalah website dakwah yg dikelola oleh Indonesian Community Care Center Riyadh, KSA. Isi dari website ini adalah kontribusi dari beberapa mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan di beberapa universitas di Arab Saudi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?