11. Haji dan Perjalanan Menuju Akhirat
HAJI DAN PERJALANAN MENUJU AKHIRAT
(Oleh: H. Salahuddin Guntung, Lc.)
Berbeda dengan ibadah lainnya, ibadah haji tidak dapat dikerjakan kecuali di tempat yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, yaitu Mekkah al-Mukarramah. Karakteristik ini mengharuskan setiap orang yang tidak berdomisili di tempat tersebut untuk melakukan perjalanan.
Sekalipun perjalanan ibadah haji merupakan aktivitas yang murni dilakukan di dunia, akan tetapi dalam pelaksanaannya, banyak di antara amalan-amalannya memiliki kemiripan dengan perjalanan menuju akhirat.
Kemiripan itu dapat dilihat pada hal-hal berikut ini:
- Pada saat seorang jamaah haji keluar dari rumahnya, ia meninggalkan keluarga, harta benda, dan kampung halamannya. Tentunya, setelah ia mempersiapkan segala bekal yang diperlukan. Sebelum tiba di Mekkah ia singgah beristirahat, transit di beberapa tempat termasuk ziarah ke Masjid Nabawi di Medinah.
Hal ini mengingatkan bahwa kita akan keluar dari kehidupan dunia dengan meninggalkan keluarga, harta benda, pekerjaan, jabatan, dan segala milik kita. Sebelum meninggalkan kehidupan ini, kita dituntut mempersiapkan sebanyak-banyaknya amalan shaleh sebagai bekal ke akhirat. Sebelum sampai ke tujuan akhir perjalanan ini, kita transit di alam barzakh, disusul kebangkitan dari alam kubur, selanjutnya berkumpul di padang mahsyar, kemudian proses hisab dan mizan, lalu haudh/telaga, setelah itu titian shirat, syafaat, dan terakhir masuk surga atau neraka wal ‘iyadzu billah.
- Saat melepaskan pakaian biasa lalu menggantinya dengan pakaian ihram yang putih.
Hal ini mengingatkan kita akan kain kafan yang dipakaikan kepada mayit sebelum dikuburkan. Sekaligus mengingatkan manusia bahwa ia akan menemui Allah di akhirat dalam keadaan yang berbeda dengan kondisi kehidupan dunia.
- Wukuf di Arafah pada satu waktu dan dalam kondisi yang sangat padat.
Suasana itu mengingatkan kondisi di padang mahsyar. Di tempat itu, manusia pertama hingga yang terakhir dikumpulkan pada waktu yang sama untuk menunggu proses berikutnya; hisab dan mizan, di bawah terik matahari yang jaraknya sangat dekat.
Perjalanan dan Terminal Menuju Surga atau Neraka di Akhirat
Pertama, Kematian
Kematian merupakan proses yang pasti dialami oleh setiap makhluk hidup. Allah berfirman yang artinya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).
Seandainya ada makhluk yang dapat bebas dari kematian, maka yang paling pantas untuk itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi beliau juga wafat sebagaimana manusia lainnya. Allah menegaskan hal itu dalam firmanNya:
“Sesungguhnya engkau –wahai Muhammad- (akan) mati dan mereka pun (akan) mati.” (QS. Az-Zumar: 30).
Ajal setiap manusia telah ditentukan waktunya oleh Allah Ta’ala. Waktu tersebut tidak dapat ditunda ataupun dimajukan. Allah berfirman yang artinya:
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf: 34).
Ummu Habibah, salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berdoa memohon kepada Allah kiranya ia, Rasulullah, Abu Sufyan (ayahnya), serta Mu’awiyah (saudaranya) diberi usia panjang. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan kepadanya: “Engkau telah berdoa kepada Allah untuk ajal yang telah ditentukan, masa yang telah ditetapkan, dan rizki yang telah dibagi-bagi. Allah tidak akan memajukan sesuatu sebelum masanya atau menunda sesuatu dari waktunya….” (HR. Muslim).
Ketentuan bersifat rahasia ini telah ditulis oleh Allah di lauh mahfuzh 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, kemudian disalin oleh malaikat ketika manusia masih berbentuk janin dalam rahim ibunya.
Jika ajal orang yang beriman tiba, malaikat pendamping malakul maut (malaikat pencabut nyawa) datang dengan wajah putih bersinar seperti matahari, sambil membawa kain kafan dan parfum dari surga, lalu ia duduk sejauh mata memandang. Kemudian malakul maut datang dan duduk di sisi kepalanya seraya berkata, “Wahai roh yang baik! Keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaanNya.” Maka roh itu mengalir keluar seperti air yang keluar dari mulut teko.
Sebaliknya, jika ajal seorang kafir atau fajir (pendosa) tiba, malaikat pendamping malakul maut yang sangat kasar lagi keras datang dari langit kepadanya dengan wajah hitam, sambil membawa kain kafan yang kasar dari neraka, lalu ia duduk sejauh mata memandang. Kemudian malakul maut datang dan duduk di sisi kepalanya seraya bekata, “Wahai roh yang buruk! Keluarlah menuju murka Allah dan kemarahanNya.” Maka roh itu berpencar dan tertahan dalam tubuh, hingga malakul maut menariknya keluar secara paksa seperti dahan berduri yang ditarik dari atas kapas yang basah. (Intisari HR. Ahmad dan Abu Daud).
Kedua, Alam kubur/barzakh
Setiap orang yang telah wafat kehidupannya beralih ke alam barzakh atau alam kubur, meski tidak dimakamkan. Karena pada dasarnya kehidupan manusia melewati lima alam secara bertahap; alam arwah, alam rahim, alam dunia ini, alam barzakh, dan alam akhirat yang abadi.
Di alam barzakh, manusia hanya ditemani amalnya. Dengan roh dan jasadnya ia akan mengalami fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir kepadanya tentang; siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa Nabi yang diikutinya. Atas dasar jawaban dari pertanyaan tersebut manusia akan merasakan nikmat atau azab kubur.
Orang mukmin akan menjawab pertanyaan itu dengan benar dan lancar, selanjutnya dibentangkan baginya jalan ke surga, menikmati angin dan wanginya, serta dilapangkan kuburnya. Sementara orang kafir akan mengatakan, “Aduh…, aduh…, aku tidak tahu…”, selanjutnya pintu neraka dibuka untuknya agar tersiksa dengan panas anginnya, kuburannya pun akan menghimpitnya hingga meremukkan tulangnya.
Ketiga, Hari Kebangkitan
Saat kiamat tiba, Allah memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala pertama sebagai tiupan faza’/kematian, alam semesta ini hancur dan kehidupan dunia ini berakhir. Disebutkan dalam firman Allah:
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (QS. az-Zumar: 68).
Empat puluh masa setelah tiupan pertama itu, Allah kembali memerintahkan Israfil meniup sangkakala sebagai tiupan kebangkitan. Tiupan itu disebutkan dalam firman Allah yang artinya:
“Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. az-Zumar: 68).
Dengan tiupan kedua ini, Allah menghidupkan kembali semua yang telah mati dan mengeluarkan mereka dari kubur, meski jasad mereka telah hancur lebur. Proses kebangkitan itu dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa setelah lewat empat puluh masa dari tiupan pertama, “Allah menurunkan hujan dari langit. Dengan hujan itu, mereka tumbuh kembali sebagaimana benih tumbuhan itu tumbuh. Semua anggota tubuh manusia akan hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya. Dari tulang ekor itulah manusia dihidupkan dan ditumbuhkan kembali.” (Intisari HR. Bukhari dan Muslim).
Keempat, Mahsyar
Setelah manusia dibangkitkan dari kubur masing-masing, mereka semua dikumpulkan di padang mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, dan tidak dikhitan. Kondisi mereka berbeda-beda sesuai kondisi saat mereka meninggal dunia.
Struktur tanah padang mahsyar digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat di atas tanah putih kemerah-merehan, seperti tepung gandum murni yang bersih, tidak terdapat kapling bagi seseorang di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang kafir akan merasakan bahwa masa penantian di padang mahsyar seperti 50.000 tahun lamanya, sedang orang mukmin merasakan hal itu lebih singkat dari waktu yang digunakan untuk menyelesaikan salah satu shalat wajib.
Kelima, Hisab, Catatan Amal, Haudh, dan Mizan
Setelah lama menunggu di padang mahsyar, akhirnya proses hisab pun dimulai. Hisab bagi orang kafir dan orang munafik dilakukan secara terbuka dan disaksikan oleh orang banyak. Adapun orang mukmin, maka hisabnya dilakukan secara terpisah dan sendiri-sendiri.
Allah menghisab orang mukmin dengan cara meminta pengakuan atas dosa-dosanya, hingga apabila ia merasa dosanya sangat banyak dan hampir putus asa, Allah mengatakan kepadanya, “Dosa-dosa itu telah Aku tutupi di dunia. Hari ini dosa-dosa itu Aku ampuni untukmu.” Lalu Allah menyerahkan kepadanya catatan amalnya. Hisab dengan cara ini disebut dengan ‘ardh/pemaparan amalan.
Umat yang pertama kali dihisab adalah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hak Allah yang pertama-tama dihisab adalah shalat, sedang hak manusia yang pertama kali diadili adalah urusan darah (pembunuhan). Termasuk yang pertama-tama akan ditanyakan kepada hamba adalah umur, masa muda, harta, dan implementasi ilmu pengetahuan.
Setelah dihisab, catatan amal masing-masing dibagikan. Orang mukmin menerimanya dengan tangan kanannya, sedang orang kafir dan munafik menerimanya dengan tangan kiri dari belakang punggungnya.
Setelah pembagian catatan amal dan sebelum beralih ke proses mizan, orang-orang mukmin datang dan meminum air dari haudh/telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat luas. Air telaga itu mengalir dari sungai al-Kautsar di surga. Warnanya lebih putih dari susu, rasanya lebih manis dari madu, aromanya lebih wangi dari minyak kesturi. Jumlah bejananya sebanyak bintang di langit. Barang siapa telah minum dari airnya niscaya ia tidak akan haus selama-lamanya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Proses selanjutnya adalah menimbang amalan. Mizan yang dipakai untuk menimbang amal benar-benar neraca yang sangat akurat. Perkara yang ditimbang melalui mizan itu mencakup segala amal kebaikan dan keburukan, catatan amal, dan pelaku amalan itu sendiri.
Keenam, Meniti Shirath
Setelah proses hisab berakhir, orang-orang kafir mengikuti sesembahan mereka hingga mereka masuk ke dalam neraka.
Allah mendatangi orang mukmin dan orang munafik. Orang-orang mukmin bersujud saat melihat betisNya tersingkap. Mereka pun meninggalkan tempat itu dengan mengikuti Allah Ta’ala menuju shirath yang akan mereka lalui.
Shirath adalah jembatan yang terbentang di atas neraka Jahannam yang akan dititi oleh setiap orang. Allah berfirman yang artinya:
“Dan tidak ada seorangpun dari padamu melainkan melewati neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 71-72).
Yang dimaksud melewati neraka dalam ayat ini adalah berjalan di atas shirath tersebut.
Shirath itu lebih halus dari rambut, lebih tajam dari pedang, sangat licin dan menggelincirkan. Setiap kaki akan terpeleset di atasnya, kecuali kaki yang diteguhkan oleh Allah. Ia dibentangkan di tengah kegelapan dan manusia hanya diberi cahaya sesuai kadar keimanannya, begitu pula dalam kecepatan mereka melintasi shirath itu. Ada yang melewatinya secepat kedipan mata, seperti kilat, seperti angin kencang, seperti kuda pacu pilihan, dan ada pula yang seperti unta. Di antara mereka ada yang lolos dengan selamat tanpa cacat, ada yang lolos dengan luka cakar, dan ada pula yang terhempas ke neraka Jahannam. (Intisari HR. Bukhari dan Muslim).
Di tempat itu, orang-orang munafik tidak mendapatkan cahaya. Mereka ingin mengikuti orang-orang beriman, tetapi mereka dihalangi pagar yang memisahkan mereka. Akhirnya mereka menyeberang shirath dan satu persatu berjatuhan ke dalam neraka.
Ketujuh, Surga dan Neraka
Akhir perjalanan akhirat adalah surga dan neraka yang telah diciptakan oleh Allah sebagai tempat kembali bagi hamba-hambaNya.
Neraka merupakan tempat siksaan abadi bagi orang-orang kafir, musyrik, dan munafik. Juga menjadi tempat siksaan sementara bagi mukmin pelaku dosa atas kehendak Allah.
Neraka memiliki banyak lapisan ke bawah, lapisan terendah dan terdalam ditempati orang-orang munafik. Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. an-Nisa’: 145).
Pintunya ada tujuh, apinya 69 kali lebih panas dari api dunia, bahan bakarnya adalah orang-orang kafir dan batu. Minuman penghuninya adalah air yang sangat panas dan dapat mencabik-cabik usus. Makanannya buah zaqqum, ghislin, yaitu darah dan nanah yang keluar dari daging penghuni neraka, dan shadid atau darah yang bercampur nanah.
Siksaan paling ringan berupa sandal api yang dipakaikan di kaki dan menyebabkan otaknya mendidih lantaran panasnya.
Beda halnya dengan surga, balasan bagi orang-orang mukmin. Tempatnya di langit ke tujuh, di samping Sidratul Muntaha. Bangunannya terbuat dari emas dan perak, campurannya dari minyak kesturi, kerikilnya dari mutiara dan batu permata, dan debunya dari za’faran.
Surga memiliki 8 pintu dengan 100 tingkatan, jarak antara satu tingkatan dengan tingkatan berikutnya sama dengan jarak antara langit dan bumi. Tingkatan tertinggi adalah surga Firdaus, tepat di bawah Arsy, tempat Allah bersemayam. Dari surga ini sungai-sungai di surga lainnya mengalir.
Sungai-sungainya mengalirkan madu, susu, khamar, dan air tanpa arus. Orang mukmin dapat mengalirkannya sekehendak hatinya. Buah-buahannya pun tiada henti, dapat dipetik dan dinikmati dengan mudahnya.
Di dalamnya terdapat kenikmatan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia. Yang teragung dari kenikmatan tersebut adalah memandang Allah Ta’ala dan mendapatkan keridhaanNya.
Orang-orang mukmin akan diizinkan masuk surga setelah mereka saling qishash dan saling mengembalikan hak-hak orang lain di atas qantharah/jembatan yang dibentangkan antara neraka dan surga. Setelah bebas dan bersih dari kezaliman dan lepas dari tuntutan hak orang lain, mereka pun diizinkan masuk surga yang abadi.
Demikian perjalanan panjang yang akan kita lewati. Apa bekal yang sudah kita persiapkan? Patut kiranya kita sering muhasabah; berat mana, amalan baik atau dosa kita?
Di tanah suci ini mari kita mengikat niat untuk melepaskan segala kezaliman kepada Allah maupun kepada makhluk, dan berhias diri dengan amal kebajikan.
Waktu kematian adalah pilihan Allah, namun bekal kematian ada dalam pilihan kita. []