Fikih

Tuntunan Qurban

Qurban adalah penyembelihan hewan ternak yang dilaksanakan atas perintah Allah Ta’ala pada hari-hari tertentu di bulan Dzulhijah.

Definisi

Dalam bahasa Arab, Udhhiyyah. Idhhiyyah, Dhihiyyah, Adhhat, Idhhat dan Dhahiyyah, berarti hewan yang disembelih dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala pada hari Idul Adha sampai akhir hari-hari tasyriq. Kata-kata tersebut diambil dari kata dhahwah. Disebut demikian karena awal waktu pelaksanaannya yaitu dhuha (Lisanul Arab, 19:211; Mu’jam al-Wasith, 1:537)

[1]. Hukum Berqurban

Allah Ta’ala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya, artinya, “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.” (al-Kautsar: 2), dan FirmanNya, Artinya, “Dan kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah.” (al-Hajj: 36).

Hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah Ta’ala dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. (Hadits Muttafaq ‘alaih)

Adapun orang yang menghukumi wajib dengan dasar hadits, “Siapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjidku.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadits ini derajatnya dha’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah, karena ada perawinya yang dha’if yaitu Abdullah bin Iyasy sebagaimana diterangkan oleh Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Hazm (Ibnu Majah, 2: 1044; al-Muhalla, 8:7).

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Andaikata berqurban itu wajib, maka tidaklah cukup bagi satu rumah kecuali setiap orang mengurbankan seekor kambing atau setiap tujuh orang mengorbankan seekor sapi, akan tetapi karena hukumnya tidak wajib maka cukuplah bagi seorang yang mau berqurban untuk menyebutkan nama keluarga pada qurbannya. Dan jika tidak menyebutkannya tidak berarti meninggalkan kewajiban.” (al-Umm, 2: 189).

Para sahabat kami berkata, “Andaikan qurban itu wajib maka (kewajiban itu) tidak gugur meskipun waktunya telah lewat, kecuali dengan diganti (ditebus) seperti shalat berjamaah dan kewajiban lainnya. Para ulama madzhab Hanafi juga sepakat dengan kami (madzhab Syafi’i) bahwa qurban hukumnya tidak wajib.” (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, 8: 301)

[2]. Hewan yang Diqurbankan

Hewan yang akan diqurbankan hendaklah diperhatikan umurnya, yaitu: Unta 5 tahun, sapi 2 tahun, kambing 1 tahun atau hampir 1 tahun. Ulama madzhab Maliki dan Hanafi membolehkan kambing yang telah berumur 6 bulan asal gemuk dan sehat (al-Mughni: 9:439, Ahkamu adz-Dzabaih oleh Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris: 132).

Baca Juga  Cerai (Talak) Via Media Komunikasi Modern

Hewan yang diqurbankan adalah unta, sapi dan kambing karena firman Allah Ta’ala, Artinya, “Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka.” (al-Hajj: 34)

Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Empat cacat yang tidak mencukupi dalam berqurban: Buta sebelah mata (picek -dalam istilah bahasa Jawa-) yang jelas, sakitnya nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya dan lumpuh/kurus yang tidak kunjung sembuh.” (HR.at-Tirmidzi)

[3]. Waktu Penyembelihan

Setelah shalat Idul Adha usai, maka penyembelihan baru diizinkan dan berakhir saat tenggelam matahari hari tasyriq (13 Dzulhijjah) {Ibnu Katsir, 3: 301}, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyembelih sebelum shalat (Ied) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri.” (Disepakati oleh Imam al-Bukhari dan Muslim).

Anjuran (Sunnah) dalam Berqurban:

Menajamkan pisau.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.” (HR. al-Jamaah kecuali al-Bukhari).

Menyembunyikan pisau dari pandangan binatang.

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh agar mempertajam pisau dan menyembunyikan dari pandangan hewan (yang akan disembelih).

Tidak membaringkan hewan sebelum siap alat dan sebagainya.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa seseorang membaringkan kambing sedang dia masih mengasah pisaunya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, “Apakah anda akan membunuhnya berkali-kali? Mengapa tidak anda asah pisau anda sebelum anda membaringkannya.” (HR. al-Hakim).

Menjauhkan atau menutupi penyembelihan dari hewan-hewan yang lain, sebab hal ini termasuk menyakiti dan menjauhkan rahmat.

Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu pernah memukul orang yang melakukannya. (Mughni al-Muhtaj, 4: 272)

Memberi minum atau memperlakukannya sebaik-baiknya.

Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu melihat orang menyeret hewan qurban pada kakinya ia berkata, “Celaka kalian! tuntunlah ia menuju kematian dengan cara yang baik. (al-Halal wal Haram: 58)

[4]. Penyembelihan Qurban

Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun do’a yang diucapkan saat menyembelih adalah:

Baca Juga  Mengenal Madzhab Syafi'i (Bag. 2)

اَللَّهُمَّ هَذَا عَنْ …. بِسْمِ اللهِ وَاللهُ اَكْبَرُ

“Ya Allah ini dari … (sebut nama orang yang berqurban atau yang berwasiat), bismillah wallahu akbar.”

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyembelih qurban seekor kambing, beliau berdo’a:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِيْ.

“Bismillah wallahu Akbar, Ya Allah ini dariku dan dari orang yang tidak bisa berqurban dari umatku.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Sedang orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan dan menghadirinya.

[5]. Pembagian Qurban

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.” (al-Hajj: 28), dan FirmanNya, artinya, “Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (al-Hajj: 36).

Sebagian kaum Salaf lebih menyukai membagi qurban menjadi tiga bagian: Sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk hadiah orang-orang mampu dan sepertiga lagi shadaqah untuk fuqara. (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 300).

[6]. Anjuran bagi Orang yang Berqurban

Bila seseorang ingin berqurban dan memasuki bulan Dzulhijjah, maka baginya agar tidak memotong atau mengambil rambut, kuku atau kulitnya sampai dia menyembelih hewannya. Dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dalam riwayat lain, “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya hingga ia berqurban.”

Hal ini, mungkin untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan qurbannya.

Firman Allah Ta’ala, artinya, ”…dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum qurban sampai di tempat penyembelihannya … (al-Baqarah: 196).

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

Jika seseorang niat berqurban pada pertengahan hari-hari sepuluh itu, maka dia menahan hal itu sejak saat niatnya, dan dia tidak berdosa terhadap hal-hal yang terjadi pada saat-saat sebelum niat.

Baca Juga  Posisi Amal Dalam Terminologi Iman

Bagi anggota keluarga orang yang akan berqurban tersebut dibolehkan memotong rambut dari tubuh, kuku atau kulit mereka (sebab larangan ini hanya ditujukan bagi yang berqurban), sehingga bila ada kepentingan kesehatan maka boleh memotong.

Hikmah Qurban

  1. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang taat dan tegar melaksanakan qurban atas perintah Allah Ta’ala meskipun harus kehilangan putra satu-satunya yang didambakan (QS. ash-Shaffat: 102-107)
  2. Menegakkan syiar Dinul Islam dengan merayakan Idul Adha secara bersamaan dan tolong menolong dalam kebaikan (QS. al-Baqarah: 36)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim dalam Mukhtashar, no. 623)

  1. Bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat-nikmatNya, maka mengalirkan darah hewan qurban ini termasuk syukur dan ketaatan dengan satu bentuk taqarrub yang khusus.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepadaNya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”. (QS. al-Hajj: 34)

Di hari-hari itu juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih, kebaikan dan bermasyarakat, seperti bersilaturahim, berkunjung kesanak kerabat, menjaga diri dari rasa iri, dengki, kesal maupun amarah, hendaklah menjaga kebersihan hati, menyantuni fakir miskin, anak yatim, orang-orang yang terlilit kekurangan dan kesulitan.

Namun bagi orang yang akan berqurban tidak harus meniru orang yang sedang ihram sampai tidak memakai minyak wangi, bersetubuh, bercumbu (suami istri), melangsungkan akad nikah, berburu binatang dll. Sebab yang demikian itu tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun hendaklah kita menegakkan syiar agama Allah ini dengan amal shalih, amar ma’ruf dan nahi munkar dengan cara yang penuh hikmah. Hendaklah setiap kita menggunakan kemampuan, keahlian, kedudukan dan segala nikmat Allah Ta’ala dengan sesungguhnya sebagai realisasi bersyukur dalam menegakkan ajaran dan syiar Dienullah Islam.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita kepada cinta dan keridhaanNya. Amin.

(Ahkamudz Dzaba’ih, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Min Ahkamil Udhiyyah, Syaikh al-Utsaimin).

Markaz Inayah

Markazinayah.com adalah website dakwah yg dikelola oleh Indonesian Community Care Center Riyadh, KSA. Isi dari website ini adalah kontribusi dari beberapa mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan di beberapa universitas di Arab Saudi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?