Akidah

Al Aqsha dalam Perspektif Syi’ah

Al-Aqsha, menjadi lambang perjuangan kaum muslimin menghadapi kezaliman dan penjajahan di era modern yang konon menentang semua bentuk penjajahan dan pelanggaran HAM. Al-Aqsha, menjadi isu penting internasional karena kaum muslimin di seluruh dunia memiliki ikatan spiritual yang erat dengannya, bagaimana tidak, Masjidil Aqsha yang berdiri tegak di sana adalah kiblat pertama kaum muslimin, ia juga salah satu dari tiga masjid suci dan mulia yang memiliki fadhilah tersendiri dibanding seluruh masjid yang ada di dunia. Ia juga menjadi titik tolak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju langit dalam peristiwa isra’ mi’raj.

Sekte Syi’ah yang terpusat di Iran, Irak, dan Lebanon tidak ketinggalaan dalam hal ini. Al-Quds dan Masjidil Aqsha menjadi ikon penting dalam manuver politik luar negerinya.  Media Syi’ah selalu meneriakkan slogan ‘Bebaskan al-Quds’ dan ‘Matilah Amerika dan Israel’ untuk menarik simpati publik muslim.  Slogan muqawamah/perlawanan menentang penjajah Israel selalu digembar-gemborkan milisi Syi’ah di di mana-mana, seperti milisi Hizbullah dan Gerakan Amal di Lebanon, milisi Houtsi di Yaman, milisi al-Hasyd al-Sya’bi dan Jaisy al-Mahdi di Irak, serta al-Alawiah dan Nushairiah di Suria.

Tapi, ada pertanyaan besar yang perlu dicermati secara mendalam, “Bagaimana sebenarnya ideologi Syi’ah tentang Palestina?” “Apakah perspektif Syi’ah tentang al-Quds dan Masjidil Aqsha sama dengan akidah kaum muslimin?” Pertanyaan ini menjadi urgen, sebab slogan luar biasa yang senantiasa dijajakan oleh Syi’ah tidak sesuai dengan aksi nyata.

Artikel sederhana ini mencoba mengupas fakta yang luput dari perhatian mayoritas kaum muslimin, khususnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Apalagi fakta telah membuktikan bahwa sampai detik ini, belum ada satu peluru pun yang melayang dari Iran menuju Israel, sebaliknya ratusan bahkan ribuan kaum muslimin di Irak dan Suria justru menjadi korban senjata mereka.

Di manakah letak Masjidil Aqsha?

Syi’ah berkeyakinan bahwa Masjidil Aqsha yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an (Surat Al-Isra’ ayat 1) bukanlah Masjidil Aqsha yang terletak di Al-Quds Palestina saat ini, melainkan ada di langit keempat, hanya saja namanya kebetulan sama. 

Ja’far Murtadha al-Amili dalam kitabnya al-Masjidil Aqsha Aina? (Di manakah Masjidil Aqsha?) menuliskan: “Berbagai fakta telah menjelaskan dan membuktikan kepada kami, bahwa Masjidil Aqsha  bukanlah yang ada di Palestina saat ini.” Dan bahwa: “Masjidil Aqsha yang menjadi tempat Isra’ dan yang diberkati di sekitarnya (sebenarnya) berada di langit.” [1]

Keyakinan al-Amili ini bukanlah hoax semata, melainkan ideologi dasar sekte Syi’ah. Ini terbukti dengan tafsiran dan riwayat yang ditemukan di berbagai referensi dasar Syi’ah.  Ketika menafsirkan firman Allah yang artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” (QS. Al-Isra’: 1).

Al-Faidh al-Kasani dalam tafsirnya ash-Shafi, berkata: “Yakni ke Masjidil Aqsha yang berada di langit, sebagaimana dinukil dalam berbagai riwayat.” [2] Kepercayaan ini juga didukung oleh al-Huwaizi dalam tafsirnya Nur ats-Tsaqalain,[3] al-Ayyasyi dalam kitab tafsirnya,[4] al-Bahrani dalam al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an.[5]

Begitu pula kitab-kitab referensi utama Syi’ah lainnya. Al-Majlisi  dalam kitabnya Bihar al-Anwar, menukil riwayat dari Abi Abdillah (Ja’far ash-Shadiq), bahwa beliau ditanya tentang Masjidil Aqsha, maka ia menjawab: “Ia itu ada di langit, ke sanalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Isra’.”[6]

Abbas al-Qummi berkata: “Yang masyhur bahwa Masjidul Aqsha ada di Baitil Maqdis. Tetapi banyak riwayat hadits yang menunjukkan bahwa ia berada di langit keempat, dialah masjid aqsha/terjauh.”[7]

Baca Juga  Bahaya Laten Syi’ah Rafidhah

Umumnya para ayatollah Syi’ah sepakat bahwa Masjidil Aqsha yang dimaksudkan dalam ayat 1 surat al-Isra’ berada di Baitul Ma’mur di langit keempat, bukan di bumi Palestina.  Meski ada sebagian tokoh Syi’ah mengakui bahwa Masjidil Aqsha ada di Palestina, namun kemudian semuanya sepakat bahwa masjid Kufah lebih mulia dari Masjidil Aqsha. 

Dengan demikian, kita tidak perlu heran lagi mengapa Syi’ah Iran, Irak dan yang lainnya tidak pernah mempedulikan Masjidil Aqsha yang ada di Palestina, namun tetap berkoar ‘bebaskan al-Aqsha’, karena yang mereka maksud adalah masjidil Aqsha yang terletak di langit keempat!

Masjid Kufah[8] setara atau lebih mulia dari Masjidil Aqsha.

Syi’ah meyakini bahwa Masjid Kufah jauh lebih mulia dari Masjidil Aqsha.

Al-Kulaini meriwayatkan dari Khalid al-Qalansi, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah (Ja’far) ash-Shadiq berkata: “(Satu) Shalat di Masjid Kufah setara dengan 1000 shalat (di masjid lainnya).”[9] Dalam riwayat batil ini Syi’ah menyetarakan atau melebih-lebihkan fadhilah shalat di Masjidil Kufah dengan Masjid Aqsha, sebab fadhilah shalat di Masjidil Aqsha dalam riwayat yang shahih adalah 1000 kali lipat shalat di masjid lainnya, sedang dalam riwayat dha’if 500 kali lipat.

Dalam riwayat Syi’ah lainnya disebutkan: “Makkah adalah tempat suci Allah, Madinah tempat suci Rasulullah, dan Kufah tempat suci amirul mukminin (Ali bin Abi Thalib), tidaklah seorang durjana ingin berbuat kerusakan di dalamnya, melainkan Allah pasti menghancurkannya.” [10] Dalam riwayat lainnya dari Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: “Janganlah engkau melakukan perjalanan jauh (safar) kecuali menuju tiga masjid: Al-Masjid Haram, Masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan Masjid Kufah.”[11]

Lihatlah, bagaimana Syi’ah mendistorsi hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan memposisikan Masjid Kufah di posisi Masjidil Aqsha. Sebab, dalam riwayat yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau melakukan perjalanan jauh (safar) kecuali menuju tiga masjid: Al-Masjid Haram, Masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Masjid Al-Aqsha.”[12]  

Karbala lebih mulia dari Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.

Syi’ah meyakini bahwa tanah Karbala sangat mulia karena – menurut klaim mereka – di sana terdapat kuburan Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.

Dalam salah satu riwayat dusta yang mereka nisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq rahimahullah, bahwa beliau berkata: “Barang siapa menziarahi kuburan Husein di hari Arafah, maka ia mendapat pahala sejuta kali haji bersama al-Qa’im (Imam Mahdi), sejuta kali umrah bersama Rasulullah,  memerdekakan seribu jiwa, bersedekah sebanyak bawaan seribu kuda.” [13] Dalam riwayat ini, Syi’ah memberikan keutamaan yang sangat besar bagi Karbala mengalahkan Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.

Disebutkan dalam kitab Biharul Anwar dari Abu Abdillah, ia berkata: Sesungguhnya Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Ka’bah dengan mengatakan, “Jika bukan karena tanah Karbala Aku tidak mengutamakanmu, dan jika bukan karena imam yang bersemayam di tanah Karbala, Aku tidak menciptakanmu, dan Aku tidak menciptakan masjid yang engkau banggakan, diamlah kamu jangan bertingkah, jadilah kamu tumpukan dosa, hina-dina yang dihinakan dan jangan sombong kepada tanah Karbala. Jika tidak, Aku akan menghempaskanmu ke neraka Jahannam.”[14]

Baca Juga  Hak-Hak Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Atas Kaum Muslimin (Bag. 2)

Jika sedemikian hinanya kedudukan Masjidil Haram dibandingkan dengan tanah Karbala dalam keyakinan Syi’ah, maka dapat dibayangkan bagaimana rendahnya kedudukan Masjidil Aqsha di mata mereka.

Jihad kaum muslimin Palestina melawan penjajah Yahudi

Sebenarnya, Syi’ah menafikan kewajiban jihad melawan kaum kuffar baik Yahudi, Nashrani maupun penjahat kafir lainnya, sampai Imam Mahdi mereka muncul dan keluar dari persembunyiannya.

Khomaini berkata: “Selama masa ghaibah (persembunyian) Imam zaman, para wakilnya – yakni mereka yang memenuhi syarat dalam fatwa dan peradilan – berhak menempati posisinya dalam urusan politik dan urusan lainnya yang menjadi tugas imam, kecuali jihad.” [15]  

Mereka meyakini, bahwa para mujahid sebenarnya hanya: “Memburu kerugian, mereka terbunuh sia-sia di dunia, dan sia-sia di akhirat. Syahid sebenarnya hanyalah syi’ah kami, meskipun ia (syi’ah) mati di tempat tidurnya.[16]

Artinya, jihad yang dilakukan para mujahid Islam semenjak imam Syi’ah menghilang tidak sah hingga ia muncul, termasuk jihad saudara-saudara kita di bumi Palestina melawan penjajah Yahudi. Para mujahid yang syahid mereka vonis mati sia-sia, jika ia tidak berpaham Syi’ah.

Akan tetapi, setelah negara Syi’ah Iran berdiri ideologinya berubah otomatis, tokoh-tokoh Syi’ah kemudian mewajibkan perang di bawah komando wali faqih, untuk menguasai negara-negara Islam termasuk Makkah, Al-Quds, Afghanistan, dll. 

Muhammad Mahdi Shadiqi, dalam pidato perayaan berdirinya Republik Syi’ah Iran berkata: “Saudaraku kaum muslimin, setelah revolusi ini tegak, kita akan bergerak menguasai Al-Quds, Makkah, Afghanistan, dan negara-negara Islam lainnya…, dengan tegas saya nyatakan bahwa tanah suci Makkah saat ini dikuasai sekelompok orang (Saudi) yang lebih jahat dari pada Yahudi… .” [17]

Inilah keyakinan Syi’ah terhadap jihad dan mujahidin di manapun mereka berada, selama ia tidak menganut paham Syi’ah, maka ia bukanlah mujahid, dan jika mati maka ia mati sia-sia. Jika saat ini kita melihat Iran membantu sebagian pejuang Ghaza yang kondisi terpaksa, maka kita tidak boleh melupakan idelogi dan agenda rahasia Iran yang tersebut di atas.

Kejahatan Syi’ah Terhadap Rakyat Palestina.

Sungguh tidak mengherankan jika sekte Syi’ah yang dipengaruhi aliran kebatinan esktrimis, yang mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali golongannya, terlibat dalam berbagai aksi kejahatan dan pelanggaran HAM berat terhadap kaum muslimin umumnya, dan rakyat Palestina khususnya. Berbagai peristiwa berdarah yang menimpa saudara kita pengungsi Palestina menambah panjang deretan kejahatan Syi’ah sepanjang sejarah.

Pada tahun 1976, Hafiz Asad Presiden Syi’ah Suria bekerja sama dengan pasukan Maronit (Kristen Lebanon) dalam pembantaian Tel al-Zaatar (kamp pengungsi Palestina) yang menewaskan sekitar 3000 pengungsi Palestina. Dalam tragedi ini pasukan Kristen Maronit mendapat bantuan dari Amerika dan Israel.

Pada Mei 1985, Harakat Amal (gerakan Syi’ah) ikut terlibat dalam pembantain di kamp pengungsian Shabra dan Shatila II, Beirut-Lebanon, yang menelan korban wafat dan luka sekitar 3100 pengungsi Palestina, dan mengusir sekitar 15.000 pengungsi, peristiwa ini lebih dikenal dengan War of the Camps. Sebelumnya, gerakan Amal juga terlibat dalam pembantaian Shabra dan Shatila I, pada tahun 1983.

Setelah peristiwa ini (Tragedi Shabra dan Shatila I), Haedar Daikh, salah seorang petinggi Gerakan Amal berkata: “Dahulu kami mengangkat senjata melawan Israel, tapi kini Israel mengulurkan tangannya dan telah membantu kami menghabisi teroris Palestina Wahabi dari Selatan (Lebanon).” [18]

Pada tahun 2003, Penjajah Amerika menginvansi Irak dengan bantuan sempurna dari sekte Syi’ah di sana. Beberapa milisi Syi’ah seperti Jaisy al-Mahdi dan Munazhamat al-Badr kemudian bergerak menghabisi pendatang Palestina yang telah lama berdomisili di Baghdad dan kota-kota lainnya. Korban diculik untuk dibunuh atau dijadikan alat untuk memeras keluarganya. Kejahatan ini memaksa 80% muslim Palestina keluar dari Irak  yang kemudian terluntang-lantung di berbagai penjuru. Sampai saat ini kaum muslimin sunni di Irak masih terus merasakan kejahatan yang tiada henti dan beraneka ragam dari sekte Syi’ah yang ada di Irak. [19]

Baca Juga  Manfaat Komitmen Mengikuti Pemahaman Salaf Terhadap Nas

Sejak revolusi Suria meletus pada tahun 2011 hingga detik ini, Basyar Asad yang didukung sekte Syi’ah dari berbagai negara, berusaha mempertahankan singgasananya dengan menghabisi siapa saja yang tidak sepihak dengannya, tanpa terkecuali para pengungsi Palestina di berbagai camp yang ada di Suria. Hanya saja kondisi perang yang masih terus berkecamuk menyebabkan laporan tentang kondisi dan keberadaan korban masih simpang siur. 

Penutup

Paparan di atas mengantarkan kita pada keyakinan tak terbantahkan bahwa perspektif Syi’ah terhadap Palestina umumnya dan Masjidil Aqsha khususnya sangat bertolak belakang dengan keyakinan mayoritas kaum muslimin dunia, Ahlus Sunnah wal Jama’ah khususnya. Ideologi mereka sangat  bertentangan dengan slogan yang selama ini mereka jajakan. Baik ideologi maupun aksi Syi’ah sepanjang masa membuktikan bahwa Al-Quds tidak berarti apa-apa bagi mereka.

Jika isu Al-Aqsha dapat dijual untuk meraih maslahat, maka mereka akan menjualnya. Namun jika rakyat Al-Aqsha dan Palestina dianggap merugikan proyek, maka Syi’ah takkan ragu untuk menghabisi mereka. Satu hal yang perlu kita camkan bersama sepanjang masa, bahwa ‘Syi’ah tidak dapat dipercaya, karena mereka bukan bagian dari kita’

_________________________________

[1] Ash-Shahih Min Sirati an-Nabiy al-A’zham, juz 3, h. 128-129.

[2] Tafsir Ash-Shafi, juz 3, hal. 166, cet. Mu’assasah al-A’lami.

[3]Al-Huwaizi, Abdu Ali al-Arusi. Tafsir Nur Ats-Tsaqalain. Juz 3, hal. 97. cet. Dar Tafsir, Qum-Iran.

[4] As-Samarqandi, Muhammad bin Ayyasy. Tafsir al-Ayyasyi. Juz 2, hal. 302. cet. Mu’assasah al-A’lami.

[5] Al-Bahrani, Hasyim. 1999. Al-Burhan Fi Tafsir Al-Qur’an. Juz 4, hal. 522. cet. Mu’assasah al-A’lami.  

[6] Biharul Anwar . Juz 97, hal. 405. Cet. Dar Ihya’ Turast al-Arabi. 1983 M.

[7] Muntaha al-Amal, hal. 70.

[8] Masjid Kufah dibangun oleh sahabat mulia Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu pada tahun 17 H, setelah perang Qadisiah di masa Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Memang sungguh aneh, Syi’ah meyakini bahwa sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu  telah kafir dan mereka menggelari beliau Qarun umat ini, tetapi masjid yang beliau bangun justru sangat mereka kultuskan.

[9] Al-Wasail. Juz 3, hal. 547.  

[10] Tafshil Wasail Asy-Syi’ah, juz 14, hal.360.

[11] Wasail asy-Syi’ah, Juz 3, hal. 525.  

[12] HR. Bukhari no. 1189, dan Muslim no. 3364.

[13] Muhammad al-Hurr al-Amili, Wasail Syi’ah, juz 10, hal. 360.

[14] Bihar al-Anwar, juz 10, hal. 107.  

[15] Tahrir al-Wasa’il, juz 1, hal. 482.  

[16] Wasail asy-Syi’ah, Juz 11, hal. 21.  

[17] Pidato ini dirilis pada tanggal 17 Maret 1979, pukul 12.00 siang, via siaran Revolusi Islam, dari Abadan, Iran Selatan.

[18] Majalah Al-Usbu’ al-Arabi, edisi 24/10/1983.

[19] Berita derita rakyat Palestina di Irak bisa dibaca di sini: http://www.paliraq.com/, dan berbagai sumber lainnya.

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?